Langsung ke konten utama

The Power of Istikharah

Berawal dari beberapa hari yang lalu, tepatnya hari sabtu tanggal 17 Januari atau 26 Rabiul Awwal. Beberapa orang laki-laki memasuki ruang kelas saya. Sebelumnya saya sempat menerka bahwa mereka merupakan orang-orang yang sedang mencari lowongan kerja di sekolah. Hahaha, asli sok tau! Ternyata mereka dari STIKI Indonesia di Bali.

Sekarang kan lagi musim-musimnya promosi universitas. Maklum tinggal menghitung hari, saya dan rekan-rekan kelas 12 lainnya akan meninggalkan sekolah masing-masing. Otomatis banyak banget univ yang promosi ke sekolah-sekolah. Dan bisa dibayangkan, mas-mas yang promo jago banget ngomongnya. Gak heran deh, kalau banyak teman-teman saya yang tertarik. Karena, jujur saya pun tertarik. Entah dari gaya si masnya ngomong plus materi yang disampaikan itu benar-benar menarik hati ini!


Sekarang saya adalah siswa kelas 12 Multimedia di SMKN 3 Mataram. Dari nama jurusan juga sudah kelihatan kan basic saya ada dimana. Desain, iya itu dia. Sebelumnya saya mau tulis sebuah pengalaman paling keren yang mungkin dulu saya gak terlalu pikirin. Karena baru sekarang lagi kepikirannya, haha.

---

Hari-hari kelulusan tinggal menghitung jari saja. Segala persiapan yang saya butuhkan sudah ada. Mengunjungi sekolahnya untuk mengajukan data, itu saja yang perlu saya lakukan. Tapi, rasanya ada yang mengganjal. Pilihan ini udah benar gak ya? Karena sekolah yang saya tuju selanjutnya adalah SMA. Karena ragu, malamnya saya menyempatkan diri untuk shalat istikharah. Kata ibu, sekali shalat belum tentu langsung dapat jawaban dari Allah. Jadi, usahakan shalat beberapa kali sampai hati benar-benar mantap. Setelah selesai shalat masih belum terasa efeknya. Tapi yang jelas, ada rasa entah yang bagaimana justru menenangkan, seakan-akan dengan shalat itu saya memberitahukan Allah mengenai beberapa pilihan yang ada di depan saya. Saya ragu dengan pilihan pertama saya. Karena rasanya terlalu cepat saya memutuskan untuk memilih SMA itu.

Saya lupa tepatnya jumlah shalat istikharah yang saya lakukan untuk mendapatkan jawaban itu. Tapi satu hal yang masih saya ingat. Setelah shalat yang ke-berapa mungkin itu, saya merasa mantap untuk Tidak memilih sekolah pilihan pertama saya tadi itu. Terjadi begitu saja. Dan tidak ada rasa penyesalan. Berkas masih lengkap, rapi serta utuh. Teman-teman saya yang lain sudah mengajukan berkas mereka ke mantan sekolah pilihan saya itu, hihi bahasanya. Dan alhamdulillah jawaban yang saya dapatkan kala itu adalah SMK. Untuk sekolah yang mana masih belum jelas dihati. Tidak lupa saya beri tahu ibu tentang bantingan setir pilihan ini. Dan ketika melihat pendaftaran di SMK 3 sudah dibuka, langsung saja saya mengajak ibu untuk mendatangi sekolah tersebut.

Ada sedikit kendala dalam masalah teknisnya dan alhamdulillah saya pun diterima bersekolah disana. Saya jadi sedikit takjub dengan mengingat kembali pengalaman saya dahulu. Karena dengan melibatkan Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, hati terasa lebih tentram. Lebih tenang karena telah mengadukan pada-Nya terlebih dahulu. Dan Dia telah memberikan kita jawaban yang insyaa Allah baik bagi kita ke depannya.

---

Dan dengan berbekal pengamalan ini, well saya gak boleh asal pilih sesuatu. Dan yang lagi penting sekarang adalah penentuan jurusan kuliah. Banyak teman-teman yang mau ambil jurusan tanpa ada mata pelajaran matematika di dalamnya. Hihi, meski saya gak jago matematika, tapi alasan mereka saya rasa kurang logis. Bukan soal matematikanya yang jadi masalah sebenarnya. Tapi, materi yang diajarkan oleh guru terlihat sangat sulit so mereka gak mau repot-repot buat paham karena kelak jurusan yang mereka ambil tidak melibatkan matematika didalamnya. Hmm, disini saya merasa agak kecewa gitu. Karena orientasinya udah beda. Tujuan buat kuliahnya itu. Dan lagi banyak yang udah mutusin buat masuk di universitas bla bla dengan jurusan tra lala tapi aktivitas mereka itu loh yang bikin geregetan. H-beberapa puluh hari lagi. Atau bahkan sekitar 2 minggu lagi sekolah saya akan mengadakan ujian praktik bagi kelas 12. Yang mereka lakukan pas jam kosong itu ya nge-game, tidurr, terus ada lagi yang nonton film. H-BEBERAPA PULUH HARI DAN KALIAN MASIH BELUM MEMPERSIAPKAN DIRI?!!! Gue yang liat semua ini bukan berarti orang yang rajin banget. Nggak, gue lagi internetan.

Terpikir aja kehidupan selanjutnya yang bakal ditempuh akan jauh lebih banyak ujiannya daripada yang sekarang. Tapi kenapa ya masih aja saya berpikir untuk mempersiapkan diri itu nanti. Ketika berhadapan langsung dengan masalah yang bersangkutan. Kadang saya suka kepikiran kayak gitu. Dan baru sekarang lebih tertampar rasanya. Alhamdulillah ditegur sama mbak saya. Because i think that i spent more time to have fun. A lot of time I mean.

Sebelum bikin postingan ini, saya sempat baca postingan temen juga yang isinya 11 12 sama. Kadang kebanyakan pengen ngeluh karena banyaknya tanggung jawab yang ada dipundak. Kalau dulu, Ms. Word jadi teman setia saya buat keluarin semua keluhan. Kalau sekarang, lebih pengen ngajak seseorang yang bisa diajak berdiskusi supaya ketemu jalan keluarnya. Jadi gak cuma sekedar curhat.
Setiap yang bernyawa dan memiliki akal pasti mendapat ujian. Sesuai dengan fiApakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?"
rman-Nya dalam surat Al Baqarah ayat 214, "

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______