Langsung ke konten utama

Banyak Jalan Menuju Roma




Kali ini gue pengen cerita tentang pertanyaan temen sewaktu kelas 8 atau 9, lagi-lagi ingatan gue akan waktu buruk. Pertanyaannya simpel, "Ndi apa pendapatmu tentang penyakit?". Hmm, maaf bukan bermaksud untuk membuka aib tapi agar lebih jelas. Namanya Wati. Dia mengidap leukimia. Nah, kebetulan dia tanya begitu pas gue udah tau skoli gue. Gue jawab aja. Penyakit itu istimewa. Gak semua orang yang punya. Jadi, itu yang ngebedain kita sama orang normal. Kita lebih spesial karena penyakit ini. Kalo orang
normal kan boleh ini itu, sedangkan kita gak boleh ini itu.Jadi untuk mencapai tujuan yang sama kita yang berpenyakit harus berusaha lebih keras mencapai tujuan itu dengan cara berbeda yang gak terpikirkan orang normal. Orang normal mungkin dengan pesawat terbang. Sedangkan kita yang "unik" ini mungkin juga menggunakan Kapal selam untuk sampai ke tujuan.  Kita berbeda, namun mempunyai tujuan yang sama. Sama disini bukan berarti kalo normal pengen jadi pilot kita juga jadi pilot, bukan. Bukan atuh. Tujuan yang sama adalah visi masing-masing orang ke depannya. Contohnya bisa cita-cita. Bisa juga membahagiakan orang tua. Yang pasti hal-hal itulah yang membuat kita untuk melakukan  apa yang sedang kita lakukan saat ini.
Simpel dan mungkin terlalu polos kali ya... Tapi begitulah pikiran gue dulu. Gue gak mikir yang ribet dulu. Entahlah, seperti ada kepingan puzzle yang hilang ketika gue kelas 8, dan mencoba mengingat kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______