Langsung ke konten utama

Kesempatan

Deras mengalir jatuh mengenai permukaan baju sekolahku, air mata. Mungkin aku tidak merasakan apa yang dirasakannya. Ku berusaha untuk memahami apa yang dirasakannya, meski itu adalah hal tersulit yang pernah aku lakukan. Ku yakin, aku pasti tak sekuat dia. tegar, kokoh, perkasa laksana pemimpin panglima perang melawan musuh terberat. Ku lontarkan pertanyaan paling bodoh sedunia, "Sedihkah kamu dengan hal ini?" Tatapan tajam ku dapatkan setelah menanyakannya. Rasa bersalah mendalam merasuki hatiku. Dia nampaknya sudah menerima. Mengikhlaskan semuanya. Kehilangan seseorang yang kedudukannya sangat penting dalam kehidupan. Memori akan hal-hal itu ku dapatkan
sewaktu kecil. Dia termasuk teman dekatku. Posisiku bukan seperti posisinya  akan tetapi badan ku bergetar hebat saat membaca status jejaring sosialnya. Yang selalu didiskusikan oleh sel-sel neuron milikku yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah bagaimana jika aku berada di posisinya? Apa yang akan aku lakukan? Apa yang akan terjadi? Bagaimana perasaanku? Itulah sebabnya mengapa perasaanku kalang kabut. Tersesat! Itu yang kurasakan. Meski berusaha membayangkan untuk mengerti, tetap saja apa yang kupikirkan nantinya tidak sesuai dengan apa yang akan terjadi. Jadikan sebuah pelajaran. Mengapa kita lebih suka kehilangan dahulu baru kemudian berusaha menjadi yang lebih baik ? Mengapa tidak sebelum kita kehilangan? Mungkin ini yang menjadi daya dorong. Entahlah, masih terngiang-ngiang satu pertanyaan dan pertanyaan lain yang belum  kutemukan jawabannya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______