Langsung ke konten utama

SAKIT


Setiap orang yang hidup tentu pernah merasakan sakit. Seorang Muslim harus yakin bahwa kondisi tersebut merupakan ujian dari Allah. Berkaitan dengan hal itu, Islam memberikan tuntunan kepada orang sakit agar menjaga adab. Di antaranya adalah:
Pertama, sabar dan ikhlas. Orang yang sakit hendaknya yakin bahwa apa yang menimpanya merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Allah berfirman, “Dia yang menjadikan matti dan hidup, kamu, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik dari amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk [67]: 2) Jika orang yang sakit yakin ia sedang mendapat ujian dari Allah, maka ia tidak akan marah dan murka terhadap takdir yang menimpa dirinya.
Kedua, berobat. Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (Riwayat Ad-Daulabi)
Ketiga, berobat kepada ahlinya. Hendaknya orang yang sakit datang kepada ahlinya. Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda, “Tidakkah Allah menurunkan saru penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Mereka yang termasuk dalam kategori ahli pengobatan yaitu dokter atau orang yang memiliki keahlian dalam hal ramuan, refleksi, akupuntur, dan sebagainya.
Adapaun berobat kepada tukang sihir atau dukun, atau dengan cara-cara perdukunan yang mengandung unsur syirik, hukumnya haram. Dari Mu’awiyah ibnul Hakam, dia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah. Dan sungguh Allah telah mendatangkan Islam. Di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun.’ Rasulullah bersabda, “Janganlah engkau mendatangi mereka (para dukun).” (Riwayat Muslim)
Keempat,  bila sakitnya bertambah parah, tidak boleh mengharap kematian. Dari Anas dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya dia berdoa: ......
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu adalah kebaikan bagiku.” (Muttafaqun ‘alaih)
Kelima, jika punya tanggungan amanat atau kesalahan segera menunaikan dan meminta maaf. Jika tidak memungkinkan, karena jauh tempatnya, atau belum ada kemampuan, atau sebab lainnya, hendaknya dia berwasiat  (kepada ahli warisnya) dalam perkara tersebut.
Allah berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu’minuun [23]: 8)
Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa berbuat kezaliman terhadap saudaranya, baik pada harga dirinya atau sesuatu yang yang lain, hendaknya dia minta agar saudaranya itu menghalalkan (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya hari) yang tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal salih, akan diambil darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya). Apabila dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi lalu dipikulkan kepadanya.” (Riwayat Bukhari)
Demikianlah beberapa adab yang harus ditunaikan oleh orang yang sedang sakit. Semoga bermanfaat.

Sumber: Bahrul Ulum, Majalah Hidayatullah edisi bulan Februari 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______