Langsung ke konten utama

Mahalnya :o

Gue pengen banget beli brace!! Tapi, setelah gue search harganya di Mbah Google, gila! Shock gue! Harganya berkisaran Rp 1.750.000. Gue dapet duit darimana buat beli itu barang. Asli, gue shock, agak desperate, dan yah sedih. Biaya untuk operasi pun makin gila-gilaan, yaitu 150-300 jeti, mameeen!! Makin ciutlah gue. Ya Allah kapan saya bisa membeli brace itu? Permudahkanlah jalan yang hamba lalui, Ya Allah Al Khaliq, As Salam, As Sami'.

Ditambah gue mengambil jurusan MM yang mengharuskan gue untuk membawa laptop selama 4 kali seminggu. Berat banget tas gue selama 4 hari itu. Walhasil, bahu gue oun semakin miring. Kemarin Senin aja gue ada pengambilan nilai Penjaskes, yaitu Lari. Hal yang teramat sangat gue hindari. Andaikan saja ada Koko yang bisa kasi gue semangat. Wuih, bakal semangat trus gue mah! Gue bakal rajin terapi, kurangi aktivitas yang nuntut fisik, dkk. Soalnya, kemauan untuk sembuh bisa dibilang masih setengah-setengah. Entah karena apa. Padahal dari kecil banget hingga sekarang, gue udah ngerepotin ortu gue terlalu banyak. Dari kecil gue sakit-sakitan sehingga yah beginilah gue kerempeng, muahaha *daripada ndut hayoo?!!. Trus bayar komite SMK juga beuh ga sedikit. Subhanallah, inilah kehidupan. Inilah ujian. Inilah yang dimaksud dengan ketabahan. Yap, inilah dan inilah yang akan terus terucap. Jangan lupa juga untuk mengucapkan Alhamdulillah yak, teman-teman ;)

ciao ~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______