Langsung ke konten utama

Galah


Lelaki tinggi humoris itu selalu menyita perhatianku. Dibalik kejutekanku, selalu kuselipkan kesempatan untuk menatapnya dari balik layar komputer. Semua orang tahu bahwa dia memang selalu berlagak playboy. Meski faktanya, dia tidak pernah memiliki pacar sekali pun.

Entah apa yang membuatku terpikat padanya. Apakah karena postur badannya yang tinggi? Atau karena sifatnya yang humoris? Keduanya mungkin benar. Tapi tetap saja, ada yang membuatku kecewa terhadapnya. Dia jarang shalat. Itu dia. Walau sudah tahu begitu, tetap saja guyonan sembarangnya selalu membuatku tertawa.

Sebenarnya aku tidak ingin terjebak pada zona ini. Suka dalam diam. Rasa suka itu juga sedikit tercoreng setelah melihat kenyataan bahwa dia tidak terlalu peduli pada agama. Akhirnya kukatakan pada diriku sendiri. Daripada terus-menerus merasa seperti ini lebih baik rasa suka itu diganti menjadi rasa senang terhadap teman. Ya teman. Bila itu teman, rasanya tidak perlu canggung maupun sungkan. Merasa biasa saja. Dengan sebanyak apa pun kekurangannya, akan terasa biasa. Karena dia teman.

Oke, Galah. Sekarang kamu menjadi temanku. Mohon bertemanlah secara baik denganku!



-cerita mini malam hari-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______