Langsung ke konten utama

Menjadilah...

Dalam lembaran hari tertulis kisah-kisah perjalanan hidup kita sebagai manusia. Mau kita menyadarinya tertulis atau tidak, tetap saja itu akan menjadi suatu kisah nantinya. Asam hambarnya sudah seringkali kita rasakan. Setiap kita selalu membutuhkan pendamping. Tidak mesti berwujud pasangan hidup yang terikat dengan suatu perjanjian. Ini lebih sederhana. Seorang teman yang akan menemani kita saat ini juga ke depannya, jika bisa.


Semua kita memiliki pemikiran, pemahaman serta standar atas segala sesuatu. Tidak luput pula anggapan seorang teman. Kita mempunyai impian bahkan daftar syarat orang-orang yang bisa menjadi teman kita. Pada saat yang sama, kita pun berusaha menciptakan pribadi yang sebaik mungkin. Meski tidak semua kategori baik dalam pemahaman kita dianggap baik pula oleh orang lain. Memang, setiap orang tidak bisa disamakan standarnya. Kecuali, standar baik-buruk yang dimaksudkan adalah yang berasal dari Pencipta-Nya. Standar ini sama, baik orang itu berada di wilayah yang satu dan orang ini berada di wilayah yang lainnya.

Manusia yang seringkali berbuat kekeliruan, tentu membutuhkan seseorang yang dengan sukarela memberitahukan kesalahannya dengan cara yang baik. Namun, seringkali untuk mendapatkan sosok pendamping seperti ini, kita suka menunggu. Melihat orang berbuat keliru dan ketika merasa bahwa kita bukan termasuk pendampingnya (baca: teman), maka dengan teratur kita mundur dan tidak memberitahukannya. Kita membeda-bedakan dan selalu menunggu untuk mendapatkan teman yang baik.

Kita acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga kita pun lupa mensukuri yang sudah ada, yaitu diri kita sendiri. Bukan egois, jika selalu menunggu dan tidak berbuat apa-apa tentu sangat tersia waktu berlalu. Mengapa tidak mencoba memantaskan diri menjadi pendamping yang baik bagi orang lain terlebih dulu? Membuat orang lain merasa nyaman ketika berada dengan kita dengan niatan yang tentu ikhlas karena Allah. Bukan berdasarkan asas manfaat yang jika manfaat sudah tidak lagi didapat maka status pendamping pun lepas begitu saja.


Berhentilah menjadi penunggu. Nanti label yang tersirat adalah sosok horror. Pantaskanlah diri dengan menjadi sosok yang sebenarnya ingin kita dapatkan pada orang lain. Karena bisa jadi nanti kita akan mendapatkan teman yang lebih baik lagi. Atau bisa juga teman yang dengannya kita melihat berbagai macam nikmat Allah yang luput dari kesadaran kita. Teman itu bergantung pada bagaimana kita. Jangan terlalu lama menunggu ya…

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______