Langsung ke konten utama

Jangan Hanya Berbicara

Membicarakan keburukan orang lain bisa saja dilakukan semua orang. Rasanya mungkin enak, karena kita membicarakan orang lho. Kemudian, tanpa sadar kita membandingkannya dengan orang yg lain juga. Seperti kitalah juri dalam kehidupan mereka. Memutuskan mana yg terbaik dan mana yg terburuk. Mengurutkan perilaku manusia, mulai dari yg paling baik menurut kami hingga yg terburuk dengan standar kami, perasaan kami, dan anggapan kami. Kami sibuk sekali membicarakannya.

Sebuah suara berbicara di dalam kepala kami. Suaranya terlalu kecil. Kami pun tidak ingin repot-repot berusaha mendengarkannya. Bahkan mengabaikannya. Tahukah suara itu berkata apa?

"Kitalah yang terburuk. Nantinya kita tidak akan ditanya mengenai perilaku orang lain yang baik atau buruk. Perbuatan kitalah, aktivitas kitalah yg nantinya akan dimintai pertanggungjawaban, bukan orang lain. Sadarlah, tinggalkan aktivitas ini."

Akan tetapi, mulut kami terlalu sibuk membicarakan kekurangan yg ada pada orang lain, sehingga suara di dalam kepala itu tidak terdengar. Penting sekali bagi kami mengumbar kesalahan orang lain, sehingga kami lupa terhadap kesalahan kami sendiri. Kebaikan orang lain sama sekali tidak tersentuh pembicaraan kami, karena terkesan membosankan. Bukankah seharusnya kebaikan orang lain itu menjadi cermin bagi kami? Aduh, kami sedang tidak ingin bercermin. Tinggalkanlah kami dengan pembicaraan penting lagi asyik ini.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______