Langsung ke konten utama

Tersentak

Diawali dengan malam yg begitu rumit sehingga menjadi langkah terlambat bagi saya saat mendatangi mata kuliah bahasa inggris. Secara singkat sih, sy telat 3-5 menit. Dan dosen sudah duduk manis di depan, berbeda sama dosen-dosen sebelumnya. Lumayan nyaman cara beliau menyampaikan pendahuluan. Tapi inti postingan ini bukan bahas dosen kok.

Bergegas mencari kakak tingkat untuk mendaftar kuliah informal, tujuan saya selanjutnya. Turun dari lantai teratas ke bawah yaitu lantai tiga dengan manual alias tangga. Kebetulan banget saya bawa anak lagi (baca: laptop).
Oke ini agak nyusahin. Udah di sekret ternyata tutup, padahal kakaknya bilang buka sampai dzuhur. Ya sudah, beralih daftar Marginal. Organisasi ini semacam jurnalis gitu plus ditambah adanya bidang tambahan seperti desain grafis, fotografi dll yg berkaitan sama jurusan SMK saya kemarin. Setelah itu kita yg terdiri dari saya, Regina, Nida, dan Kidung melancong ke Perpus Universitas. Niatnya sih mau internetan sekalian pinjam buku untuk kuliah. First challenge, tas harus ditinggal di penitipan tas dan laptop dibawa ke lantai atas (tempat cari buku). Duh, mau bawa berat banget plus chargernya pula. Setelah berpusing-pusing sejenak, oke saya gak jadi pinjam buku dan beralih ke Pustik (Pusat Informasi dan Komunikasi). Kita berpencar karena beda-beda kebutuhan. Meskipun memang, gak enak banget kecewain temen, tapi kalo maksain diri untuk ikut juga saya yg menderita. Kita berbeda bukan berarti kita tak sama ;)

Berkali-kali saya hubungkan laptop dengan wifi kampus, selalu troubleshoot. Entah karena apa, biasanya sih sinyal yg lemah penyebabnya. Dan memang sinyal yg tampak hanya satu bar -_- ini membuat lumayan frustasi. Gimana ngga? Regina udah bisa internetan pake Hp-nya. Ini boro-boro buka Google, tersambung aja gak bisa. Tak lama kemudian alhamdulillah bisa tersambung! Senangnya bukan main! Cepat-cepat saya login dengan user dan password yg diberikan pihak universitas trus mulai browsing. Niat awalnya sih mau posting di blog tapi sy lupa file di Hp belum dipindahin ke laptop. Kabel data pun tak bawa. Hadeuh. Plan B kirim proyek desain brosur lewat facebook, done. Sesudahnya bingung mau ngapain lagi. Begini dah internetan tanpa perencanaan. Sekali lagi tenang, saya bukan membahas masalah internet.

Tak lama kemudian Dina dan Wawan gabung sama kita. Terus juga ada Kidung plus ketua tingkat kelas A Manajemen pagi, si Onggy. Dia lucu sekali. Polos tapi tingkahnya gak terduga. Haha, sudah-sudah. Jangan ngomongin orang, pamali! Eh, ketemu kak Rizqa juga, sesama skolioser. Sempat sharing dikit tentang biaya rontgen di salah satu rumah sakit swasta dan urutan pasien yg akan dioperasi di RSCM. Wah..wah. Sudah itu, saya balik lagi ke temen-temen. Pas lagi rame-ramenya nih. Temen-temen Dina yg anak Sipil lain juga gabung. Disela-sela ributnya kita hebohin Pustik, Onggy, nanya ke saya, "Eh, ilmu agamamu tinggi gak?" Saya kaget, jarang-jarang ada yg nanya to-the-point gini. "Ndak, biasa aja," jawab saya. "Emang mau nanya tentang apa?" Blablabla. Maaf bukannya pelit gak mau cantumin materinya, tapi sy sendiri belum tau jawaban dari pertanyaan ketua tingkat tadi. Takutnya nanti salah-salah dan bisa jadi dosa jariyah. Tanpa sadar sy ngerasa sombong, sy jawab biasa aja tapi sebenarnya merasa lebih tau segalanya dibandingin dia. Ya Allah... Tiba-tiba tertohok dada ini. Sakit sekali. Ya Allah, ini ilmu belum ada apa-apanya, sudah aja merasa tinggi. Padahal bisa aja Allah cabut semua pemahaman yg sedikit ini seketika dari kepala. Tamparan keras buat saya yg saat itu menganggap ketua tingkat saya adalah seseorang yg lemah. Ucapan ini, bibir ini, sungguh tergoda sekali meremehkan orang lain. Sedangkan Rasulullah sudah tegaskan, "Orang sombong ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain".

Dina tumben lebih cerewet dari biasanya kali ini. Mungkin karena ketemu temennya, kita-kita maksudnya. Lumayan seru sih, karena dia tipe orang yg kalo gak diajak ngomong gak bakal ngomong. Mereka, Dina dan Regina, lagi membicarakan sesuatu yg saya agak gak terlalu cocok untuk gabung. Masalah seputar hati yg suka berbolak-balik seketika ini. Oke, daripada terlihat menutup diri, sy ikut bantu ngajar ketua tingkat tentang software editing, Photoshop. Karena si Onggy emang dasarnya bukan anak SMK, tapi bukan berarti dia gak bisa belajar editing. Sekalian bagi-bagi ilmu juga. Daripada mengendap gak jelas kan? Cukup seru juga karena dia cepet paham. Tiba-tiba Regina ngomong, "Ee, tau ya.. Tadi malem tu sebenarnya saya mau curhat sama Indi tapi dia ndak bales sms". Itu karena dia sms ke nomor xl sy, sedang yg aktif itu kartu axis. Saya mah nyengir plus jelasin alasannya. Udah maklumlah, sy jarang ada pulsa hahaha xD "Kalo Indi jak udah tua dia, jadi gak mau bahas-bahas masalah beginian," sahut Dina. Hah? "Tua darimana?" tukas saya. "Muka aja masih baby face gini..!" Disela-sela PD, ya ada sedikit duri yg nyangkut di hati denger kalimat itu. Mau sy berdalih bagaimana pun, tetap terlihat begitu di pikiran dia. Saya bisa apa? Sudahlah tidak usah terlalu dipikirkan. Mungkin memang cara sy menyikapi permasalahan hati tertangkap sangat tua. Dikit-dikit gak boleh pacaran. Dikit-dikit bukan mahram. Dikit-dikit ini itu. Maksiat mah jangan dibanyakin. Kalo bisa kan diminimalisir yak? Keep calm wae ^.~ Anggap kritik dan saran yg mudah-mudahan bisa kita jadikan perbaikan diri kedepannya. Mungkin sebaiknya cara kita begini, bukan begitu. Dan banyak lagi.

Hari ini menjadi Muhasabah Eksternal, perbaikannya datang dari orang luar yg perhatian banget sama saya ^ ^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______