Langsung ke konten utama

A Scar

Luka sebagaimana definisi umumnya menimbulkan rasa sakit bagi si penderitanya. Perih, si luka kerap kali berdenyut-denyut tanpa henti. Kau tau, sistem tubuh memperbaiki luka itu. Menumbuhkan sel-sel baru padanya. Dengan kata lain perlahan-lahan menuju kesembuhan. 

Layaknya luka, setiap hati pun begitu. Entah patah atau robek, kau tak pernah tau. Tanpa pernah terluka hati tak akan memperkuat bagian-bagiannya. Bahkan menciptakan sesuatu yang baru. Pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, ada satu keping puzzle yang terlupa. Bagaimana caranya? Untuk luka sudah ada sistem yang mengatur. Lalu, bagaimana dengan hati yang entah dimana pengaturannya? Kau tau, teman? Kaulah bagian dari pengaturan tersebut. Kau yang
dapat menyembuhkannya. Mengapa? Kau mempunyai satu sifat istimewa. Menyapa atau lebih jelasnya menegur. Kau yang mengetahui seberapa besar luka yang temanmu miliki tanpa dia sadari. Hanya kau. Kau yang dapat menyembuhkannya dengan memberitahunya. Dan dia merasa sakit, namun saat itu juga dia merasa kuat. Mengetahui sesuatu yang salah dalam dirinya dan kau membantunya! Sehingga dia dapat memperbaiki dirinya. Dengan kata lain, menjadi lebih baik dari sebelumnya berbekal nasihat seorang teman. 


^^^

Sakit itu yang kurasa ketika kau memberitahuku akan kesalahanku. Ya, aku tahu itu. Dan aku mencoba memperbaikinya dimulai dari diriku sendiri. Karena untuk menerapkannya pada temanku itu membutuhkan waktu serta keahlian dan ilmu yang lumayan banyak. Aku mencobanya, kau tau. Dan ini mulai terasa berat. Pemahaman yang kubawa terasa berat ketika berbenturan dengan kebiasaan yang sudah melekat erat. Semua orang mengatakan kau tak boleh menyerah, bersabarlah. Tidaklah semudah itu mengatakannya. Karena dibalik tidak menyerahnya seseorang terdapat dukungan, meski tak seberapa. Dukungan yang dapat terhitung oleh jariku sendiri. Tapi tahukah kau? Itu lebih dari cukup. Dan itu yang sedang kubutuhkan bukan kuinginkan. Bisa dikatakan, aku hanya butuh satu orang. Itu saja. Bukankah seharusnya lebih mudah dibandingkan mencoba akrab dengan beberapa orang sekaligus? Aku kesepian, kataku. Aku mempunyai beberapa orang, namun mereka tidak selalu bersamaku. Itulah yang membuatku terlihat lemah. Aku merasa lebih baik sendiri, tidak bersama siapa pun dalam zona yang membuatku takut. Itu yang kuinginkan. 

Melihat perbedaan kebutuhan dan keinginan benar-benar berbeda bukan? Seringkali keinginan merupakan wujud dari ketidakinginan menjumpai tantangan dalam level yang sedang kau jalani sekarang. Kau bisa mengatakan bahwa aku seorang pengecut. Memang benar, aku terlalu takut untuk mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Yang sebenar-benar kurasakan bukan yang ingin membuatmu senang. Aku terluka dan ketika mengatakannya padamu tak membutuhkan waktu lama untuk membuatmu merasa terluka juga. Tak heran, langkah yang sering kulakukan dan belum berubah adalah diam dan membahas hal-hal yang tidak terlalu penting. Dengan melakukan hal itu semakin membuatku ingin terdiam. Memikirkan langkah terbaik apa yang seharusnya kulakukan. Bahkan terkadang, aku kehilangan semua kata untuk mengatakannya padamu. Dan yang terjadi selanjutnya adalah terdiam. Aku takut kau merasakan luka ini juga, meskipun aku tahu bahwa kau terluka dan aku tidak memberitahumu. Jahatkah aku? Aku ingin mengobatimu tanpa membuatmu merasakan sakitnya. Sungguh, inilah yang ingin kulakukan. Adakah pembius, agar kau tidak mengetahui bahwa aku yang membantumu? Haruskan kau sadar bahwa kau terluka? Tidak adakah jalan lain?

-Gadis Kecil

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______