Langsung ke konten utama

Hidup adalah Pilihan


Pernah denger dan baca ini kan? “Hidup adalah pilihan” Dulu, gue bosen banget denger kalimat “sok” bijak itu. Bentar-bentar kalo orang lagi punya masalah, pasti nasihatnya kayak gitu. Kaku banget! pikir gue. Akhirnya, gue berjuang tanpa memikirkan kalimat tersebut. Berlalu..dan berlalunya waktu. Sampai akhirnya gue berada di kelas 10 SMK. Disini, tekanan baru benar-benar terasa di gue. Sangat terasa, mungkin. Gue lebih sering melihat orang tua gue susah. Gue lebih sering menemui kesulitan. Gue lebih beda dari yang dulu dalam mengatasi masalah. Gue sepertinya lebih rapuh dari yang dulu. Gue melihat begitu banyak perubahan pada tahap ini. Perubahan seseorang dari remaja ke fase dewasa meski tetap dalam usianya yang masih muda. Dan pada tahap inilah gue sadar bahwa, hidup adalah pilihan itu sangatlah benar. Truly exactly. Gue merupakan seorang skolioser. Pilihan gue dalam dalam hidup ini ada 2, yaitu: sebagai penulis atau progammer (pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan fisik). Gue mempunyai pilihan. Gue itu hidup dan pekerjaan adalah pilihan. Syukurlah, gue mencari bukti terlebih dahulu baru mempercayai kalimat tersebut. Pada fase remaja ini gue “terpaksa” menerima semua yang diberikan alam secara tidak langsung. Tidak ada sang penyaring. Semua masuk begitu saja. Dan tanpa disadari hal-hal itulah yang mempengaruhi sifat saya. Segini saja dulu, badan serasa mau patah duduk terus daritadi =_= bye, gigiers! Kalo ada waktu insyaAllah gue lanjutin lagi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______