Langsung ke konten utama

Postingan

Tidak Ideal

Memulai sesuatu seperti menuliskan hal disini ternyata tidak mudah ya. Sama seperti mengawali sesuatu , baik itu memulai untuk membiasakan kebiasaan baik maupun hal lainnya. Langkah awal. Sejak bertemu dengan ustazah beberapa hari lalu, ada pikiran maupun bisikan yang terus hadir di kepala. Sedikit tapi cukup menghantui dan membuat saya bertanya-tanya. Tapi sayangnya saya tidak bisa menuliskan hal itu secara gamblang disini.
Postingan terbaru

Book Review: Intelegensi Embun Pagi

Baru nyadar nulis ini ternyata dari bulan September 2017 tapi lupa dipublikasikan haha. Jadi ya tulisannya ya begitu.  Dan kelanjutan dari buku ini, info dari blognya Dee Lestari, bakal ada. Walau waktunya entah kapan. Seri Terakhir itu berjudul Permata. Seorang Peretas yang lahir dari Zarah dan Gio.  BOOK REVIEW: Setelah baca serial Supernova, kecuali KPBJ (Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh), saya jadi ngebet pengen tulis buku sendiri. Satu hal yang paling saya suka dari serial ini adalah adanya unsur ilmiah. Meski dibungkus dengan kisah fantasi beberapa diantaranya termuat informasi ilmiah, seperti tentang Mimpi (Gelombang), tetumbuhan (Partikel), listrik sebagai media penyembuhan (Petir), dan enaknya traveling (Akar). Dan setelah rampung membaca Intelegensi Embun Pagi (IEP ) saya semakin dibuat ngebeeet ingin melakukan riset yang entah apa. Perasaan menggebu-gebu seolah terlarut dalam alur cerita dan endingnya kebawa sampai mimpi, ini ciri khas kalo saya sudah suka banget sama

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Perbandingan Masa

Peringatan! Tulisan kali ini bersifat personal, kemungkinan akan membosankan. Tanpa sadar blog ini sudah berusia sekitar 11 tahun. Kalau bentukan manusia udah naik kelas 5 SD. Ada yang saya sadari perbedaan menulis sekarang dan masa lalu. Kalau dulu terkesan menumpahkan isi pikiran. Sekarang lebih kepada merilis emosi negatif melalui tulisan. Sebenarnya sama aja. Letak bedanya saya melakukan secara sadar bukan hanya sekedar menulis, tapi butuh untuk menulis.

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.

Selama 3 Tahun, Apa yang Terjadi?

Sejujurnya, ada banyak hal yang terjadi selama tiga tahun ini. Beberapa dituliskan rapi di OneNote atau Google Workspace. Kadang juga ditumpahkan asal di Twitter atau di Interpals. Menulis buat saya sebenarnya membantu untuk mengurai benang kusut. Akhir-akhirnya semakin kusut rasanya isi kepala dan baru ingat kalau saya masih punya blog haha.

Galah

Lelaki tinggi humoris itu selalu menyita perhatianku. Dibalik kejutekanku, selalu kuselipkan kesempatan untuk menatapnya dari balik layar komputer. Semua orang tahu bahwa dia memang selalu berlagak playboy. Meski faktanya, dia tidak pernah memiliki pacar sekali pun. Entah apa yang membuatku terpikat padanya. Apakah karena postur badannya yang tinggi? Atau karena sifatnya yang humoris? Keduanya mungkin benar. Tapi tetap saja, ada yang membuatku kecewa terhadapnya. Dia jarang shalat. Itu dia. Walau sudah tahu begitu, tetap saja guyonan sembarangnya selalu membuatku tertawa. Sebenarnya aku tidak ingin terjebak pada zona ini. Suka dalam diam. Rasa suka itu juga sedikit tercoreng setelah melihat kenyataan bahwa dia tidak terlalu peduli pada agama. Akhirnya kukatakan pada diriku sendiri. Daripada terus-menerus merasa seperti ini lebih baik rasa suka itu diganti menjadi rasa senang terhadap teman. Ya teman. Bila itu teman, rasanya tidak perlu canggung maupun sungkan. Merasa bi