Langsung ke konten utama

Naluri yang Kelaparan

Sibuk menyibukkan diri dengan hal-hal yang "berisi" membuatku hampir tak sempat merasakan bagaimana rasanya remaja menjalani masa-masa mereka. Salah satunya, cinta. Sejujurnya, aku sengaja melakukan semua kegiatan itu di waktu liburan yang agak panjang ini. Berniat untuk memfokuskan diri pada sesuatu yang lebih penting. Menyampingkan perasaan hati yang seakan haus akan kasih sayang orang lain selain keluarga. Naluri ini belum mempunyai "makanannya". Tidak bisa dibiarkan ia melahap apa saja yang ada dihadapannya. Haruslah dipilah terlebih dahulu, dibersihkan dari kotoran dan dimasak dengan baik. Dan untuk menahan rasa laparnya -salah satunya caranya- dengan puasa. Di bulan Ramadhan yang sangat indah ini, sangat membantu sekali bagi raga yang ingin mendapat walau sejumput rasa itu. Aku merasa sendirian melakukan ini semua. Karena memang, sudah lama sekali tidak kuhubungi teman-temanku yang sedang bersama keluarganya sekarang. Merindukan mereka, ingin berbagi kisah atas apa yang telah kualami sepanjang liburan.
Ketika menjelajahi dunia maya, tak sengaja ingin ku ketahui bagaimana kabar si lelaki itu. Dan tanpa berpikir lebih panjang lagi, aku membuka profilnya serta membaca beberapa hal yang ditulisnya di akun tersebut. Tidak terlalu mengejutkan sebenarnya karena seperti yang sudah kuduga dia sedang "memberi makan" nalurinya yang kelaparan, sama sepertiku. Akan tetapi dia melakukannya dengan cara yang sama dengan tahun lalu. Tidak ada perubahan, ucapku dalam hati. Meski sudah memprediksikan hal ini akan terjadi, tetap saja hati ini mencelos agak keras. Semua hal yang berhubungan dengan lelaki itu kuusahakan agar tidak terlihat, terdengar, maupun terbaca olehku. Tapi siapa sangka, naluri yang sangat lapar ini mematahkan semua usaha itu dalam sekejap!  Dan terasa olehku, perasaan yang tidak karuan itu yang menyuruhku untuk merasa lemas dan tidak ingin berbicara dengan siapa pun. Satu-satunya cara bagiku untuk mengeluarkan semua rasa yang terpendam itu adalah dengan menuliskannya seperti ini. Meskipun tidak terjadi sesuai anganku, setidaknya aku dapat menorehkan sedikit perjalanan hidup yang mungkin akan kutertawakan dikemudian hari.
Berpikir bahwa ini tidak adil bukan merupakan solusi untuk melenyapkan rasa kecewa, melainkan menambah rasa kekesalan, kau tahu. Sulit bagiku untuk membicarakan hal ini dengan keluargaku, meskipun mereka yang paling mengerti diriku disini. Aku hanya belum bisa mencari orang yang bisa kusukai kembali, karenanya aku masih menyukai lelaki itu. Itu saja. Ketika kupaksa diri ini untuk menyukai seseorang, hal itu memberikan kesan lebih sakit daripada mengetahui kau sudah melangkah lebih dulu dalam hal ini. Hatiku memang lapar, tapi aku harus membisikan kepadanya bahwa jalan ini, jalan pacaran, bukan penyelesaian dari permasalahan cinta remaja. Bukan. Sama sekali tidak menyelesaikan, akan tetapi menambah masalah. Banyak sekali yang berkilah akan hal ini. Mereka mengatakan tidak melakukan apa-apa, hanya ini dan itu. Kau tahu, Pencipta kita lebih mengetahui apa-apa yang ada di dalam hati kita maupun apa yang kita keluarkan dari hati kita. Sehingga tidak heran, Dia menurunkan larangan bagi ciptaan-Nya untuk menjauhi hal-hal yang berbau pendekatan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Karena manusia diberikan hanya sedikit sekali ilmu oleh-Nya (QS. Al Isra[17]: 85).

Salah satu alumniku juga sedang berusaha keras memberi tahu nalurinya bahwa ini belum saatnya bagi si naluri untuk makan. Begitu juga dengan musyrifah-ku mentor kajian-, terlihat dari luar seperti ia tidak menyukai laki-laki manapun, namun entah mengapa aku merasa dia juga sedang menyibukkan diri agar si naluri tidak terlalu merasa lapar. Melihat bagaimana semua orang berjuang agar apa yang dilakukannya sesuai dengan apa yang diperintah Penciptanya membuatku merasa, aku tidak sendirian lagi. Naluri untuk mencintai seseorang memang fitrah yang sudah diberikan sejak lahir, akan tetapi ada peraturannya tersendiri bagaimana cara memberinya makan dan apa yang dimakannya. Kenapa harus ada aturannya segala? Ingat, Pencipta lebih mengetahui dari ciptaan-Nya. Sembari mengalihkan perasaan akan lawan jenis, marilah memantaskan diri untuk yang pantas ditemui esok hari. Allahu Akbar!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.