Langsung ke konten utama

Becanda kok nggak mutu

Sedikit cerita di bulan puasa. Mungkin ini berupa uneg-uneg dari kelakuan teman saya.

Saya tipe orang yang bisa dibilang agak serius. Itu menurut saya dan pengalaman nyata juga orang-orang di sekitar yang sering bilang, "Jangan terlalu serius kenapa, Ndi". Okelah.

Jadi kejadiannya kemarin hari Selasa. Saat kumpul dengan teman kelompok untuk membahas tugas, ada teman laki-laki dari kelas lain menyapa teman kelompok saya, cewek. Sebut aja teman kelompok saya ini Vira. Wawan, teman laki-laki saya tadi, mencoba untuk merebut ponsel Vira, sekedar bercanda beberapa kali. Saya yang lihat merasa risih. Becanda apa maksa ya? Pikir saya begitu. Akhirnya, Wawan berhenti ganggu dan mau pamit pulang. Eh, sebelum pulang dia minta salaman sama Vira. Spontan Vira mengatupkan kedua tangannya menandakan dia nggak mau salaman. Wawan ngeyel. Dia coba membungkus tangannya supaya tetap bisa bersalaman. Vira tetap nggak mau. Wawan tetap maksa, meski alasan Vira udah jelas. Mereka bukan mahram. Entah putus asa atau karena dia udah ditunggu teman-temannya, Wawan pulang juga tanpa 'sempat' bersalaman. Tapi dia menitipkan sebuah wejangan penutup.

"Nanti aja kita salaman, Vir. Pas udah halal."

Vira hanya ketawa. Teman-teman lain sudah tertawa heboh.
Saya yang mendengar itu tanpa dibuat-buat langsung ketawa sinis. "HA...HA! LUCU BANGET!"

Nggak bisa ditahan saya langsung misuh-misuh. "Apaan, becanda kayak gitu. Itu bukan sesuatu yang bisa dibecandain. Kalau orang baper gimana. Candaan nggak mutu."

---

Sekilas mungkin saya terlihat orang yang nggak bisa diajak becanda. Kadang-kadang bisa kok. Dengan topik yang emang bisa untuk dicandain. Dan pada orang yang tepat. Teringat pesan Whatsapp yang pernah saya kirim ke teman saya. Yang penting itu AKSI bukan KATA-KATA FIKSI.

Maafkan kalau agak emosional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.