Langsung ke konten utama

Sekilas Membekas

Yang sekilas lebih membekas.

Setiap hari wajib banyak banget aktivitas yang harus gue lakuin. Pernah sampai-sampai gue mikir, setelah ini selesai pasti gue bisa santai. Nyatanya nggak sama sekali! Aktivitas itu malah kian bertambah setiap harinya. Persis sama hal yang gue rasain sama kajiannya Ust. Felix Y Siauw tentang Life Is A Choice. Berawal dari SD. Anak SD ngerasa aktivitas anak SD itu banyak. Jadi dia berharap cepat-cepat lulus dan masuk SMP supaya kegiatannya juga berkurang. Yang terjadi? Semakin bertambah tentunya. Makalah, tugas-tugas kian menumpuk. Tidak berkurang, bukan? Kemudian, dia berharap lekaslah selesai masa SMP agar menapaki masa SMA yang sekiranya tidak begitu sibuk. Dan ternyata, lebih-lebih sibuk lagi. Kemudian, berharap lagi masa SMA berakhir dan menuju jenjang perkuliahan yang mendapat waktu untuk bersenang-senang. Begitukah? Tentu tidak. Setelah kuliah, berharap mendapat aktivitas yang lumayan lenggang ketika kerja. Tidak sama sekali. Dan sampailah pada masa pernikahan. Tentu tidak sama sekali. Dengan bertambahnya usia seseorang, tanggung jawabnya pun kian besar.

Seringkali gue mengeluh dengan kondisi aktivitas yang tidak bisa di-reduce ini. Selain berat, fisik gue juga kadang nggak mampu. Namun letak anehnya disini, ketika sudah terbiasa sibuk dan mendapat waktu senggang tanpa ada kesibukan lain justru gue cari-cari kerjaan supaya tetap merasa sibuk. Sebagian pikiran gue berpendapat ini sudah menancap erat sehingga menjadi habits. Well, sedikit buka kartu sekarang gue sudah menginjak usia 17 tahun. Pernah ada tetangga yang beranggapan gue dewasa banget karena yang nanya anak kelas 1 SD. Dia terkagum gitu ngeliat gue yang udah "besar" ini. Gue malah ngerasa aneh, gue gak ngerasa sebesar itu. Setelah gue selidiki, penyebabnya karena gue jarang bergaul. Pulang sekolah diem di rumah, kerjain tugas, baca buku, main laptop dll. Segalanya gue kerjain dirumah. Gak heranlah, gue gak ada punya temen di komplek. Gue tertutup, anak rumahan, gak tau keadaan sekitar. Dan itulah yang menyebabkan gue gak berkembang secara mental. Gue merasa masih berumur 15 tahun.  Like nothing happens. Ini bagian jeleknya. Gue udah tau masalahnya dan tinggal penyelesaiannya aja. 
Gue ikut ngaji rutin. Setidaknya gue tau perkembangan dunia, semisal ekonomi Indonesia, pemerintahannya, remaja, dan banyak masalah yang lainnya. Yang kurang hanyalah, bagaimana mengkomunikasikannya pada khalayak tentang apa-apa yang udah gue ketahui. Karena gue merasa ini penting. Sangat penting untuk diketahui yang lain juga. Sekarang kebanyakan remaja gak sadar, mereka sedang dijajah pemikirannya. Lancang ya? Sejatinya itu emang bener. Dengan gadget, sosmed, life style dan banyak lagi bibit dari Barat membuat mereka gak tau apa sih yang sedang terjadi sekarang. Gue yang berstatus remaja juga merasa penjajahan baru ini terasa lebih keras dampaknya dibandingkan dengan penjajahan fisik. Hidup seolah-olah di dunia saja, gue-gue elu-elu, muda hura-hura tua kaya-raya, dan banyak lagi. Hanya sedikit remaja yang berusaha peduli. Tanpa melihat balasan apa yang didapat dari manusia lainnya. 

Gue dan yang lain perlu tameng dari penjajahan ini. Barat menyerang dari banyak hal. Pergaulan, pendidikan, kebiasaan, teknologi, dan banyak lagi. Gue bener-bener butuh perisai dan juga mereka. Kemarin tepatnya tanggal 13 Desember 2014/20 Safar 1436 H ada kajian khusus remaja muslimah di Masjid Raya At-Taqwa tentang masalah cinta remaja. Sebelumnya gue harus mendatangi sesi berbagi kisah dengan pembimbing ngaji gue. Gue ajak serta sepupu gue si Kadal (nama disamarkan) untuk ikut kajian umum setelahnya. Ketika selesai wudhu untuk shalat asar, kakak gue sms sepupu gue dari Jakarta dateng ke rumah. Well, itu udah gue duga sebenarnya. Mereka dateng disaat gue pergi. Uh, dilema bener kan jadinya. Ikut kajian atau pulang. Sepupu gue pengen pulang karena gak pernah ketemu sama sepupu kecil itu. Gue juga belum pernah ketemu selama kurang lebih 5 tahun dari dia lahir. Walhasil setelah shalat gue langsung setor hafalan plus dapet PR 2 hafalan lagi -_- ini nih aktivitas yang kian padet. But, like I said before, we need armour to against West Viruses. Gue bimbang bener-bener. Apalagi Kadal gue tinggal gitu aja untuk nyetor. Niat gue selesai nyetor minta pendapat pembimbing baru pulang. Si Kadal ngambek gara-gara gue cuekin. Gue bukan cuekiiin, tapi mempercepat urusan supaya kita bisa ketemu sama sepupu kecil.  Jam sudah mencapai angka 17.30-an, dan pengisi kajian belum dateng. Fix, niat gue buat pulang. Pembimbing gue galau, apalagi gue juga gak kalah galau. Ilmu dengan silaturahmi, sama-sama penting. One decision in one condition. Satu pilihan untuk satu kondisi. Gue harus milih. 

Sepupu gue lagi telponan pas gue samperin, muka dia jutek gitu. Hahaha, maafkan daku saudariku. Gue ajak dia pulang, tapi dia berkilah akan bagusnya tema kajiannya. Gue bingung tadi dia minta pulang, sekarang gak mau pulang. Tapi pilihan gue udah mantep untuk pulang. Dengan berat hati gue pamitan sama temen-temen yang lain. Sepupu gue masih jutek. Biarin aja deh. Gue langsung tancap gas dan pake kecepatan yang lumayan kenceng dari biasanya. Gue bukan orang yang punya indera keenam, tapi gue rasa om gue gak bakal sampe malem mampir dirumah. Ngerem mendadak, hampir nyentuh kendaraan lain gue alami seperjalanan pulang. Ketika memasuki wilayah komplek, kemudian belok, gue liat mobil om gue. Alhamdulillah masih ada. Tapi eh-eeh, mereka mulai memasuki mobil. Om gue bahkan udah di dalem mobilnya. Kita sampe, keluar lagi si om. Hihi, gue asli speechless liat sepupu kecil itu. Namanya Umbria Zemma Kirana. Cantik ya? Sekarang dia berumur 5 tahun, dan wajahnya mirip om gue. Dia langsung saliman sama Kadal pas kita turun dari motor, baru nyalamin gue. Iihh, lucunyaa! Gue belum pernah ketemu anak kecil yang langsung mau saliman sama orang yang belum pernah dijumpainya. But, she did it!! Om gue langsung ambil aksi fotoan. Karena mepet waktunya, beliau menjepret beberapa kali. Kemudian, mereka pulang. Gue sempat liat mata si adek Um. Jernih, lucuuu banget!! Mirip bibinya ibu gue katanya. Gue pengen saliman sama om gue, tapi entah kenapa gue masih terpaku sama adek Um ini. Dan mereka pun pulang. Hanya sebentar gue ketemu si adek. Entah sampai 3 menit atau nggak. Yang jelas itu bener-bener sekilas dan sangat membekas. 

Inget-inget si adek lagi, bikin gue galau. Kenapa cuma sebentar sekali?? Senyumnya itu gue capture di otak. Mudah-mudahan si adek jadi wanita sholihah nantinya. Aamiin..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.