Langsung ke konten utama

Blood Drops


-->
Hari Kamis tanggal 13-12-12 atau tepatnya kemarin lusa adalah hari yang lumayan membuat gue phobia sama benda tajam. Kejadian awalnya sih cuma sekedar potong-potong karton untuk nambah alas sepatu gue. Bagi para skolioser hukumnya wajib buat ninggiin sol sepatu kaki kanannya. Nah karena gue udah terlanjur beli sepatu “normal” jadi agak susah buat diganti solnya. Jadi yang gue lakukan adalah menambah alas sepatunya saja. 1 karton lebarnya 0,3 cm. Yang gue butuhkan adalah 1 cm which is need more than 1 karton. Gue butuh 3 karton pelapis. Lapisan pertama rebes. Lapisan ke dua dalam proses. Ketika gue melakukan sentuhan terakhir terjadilah gerakan yang terlalu cepat, yakni gue mengiris karton dan tada~ jari tengah tangan kiri gue ke iris. Cuma ke-iris aja. Cuma. Karenanya, darah menetes-netes agak deras *nyata. Dan dengan tololnya gue ngeliatin itu darah netes-netes. Gue teringat film vampir yang gue tonton.
Si cowok mau nyatuin darah dia sama darah sahabatnya, Eli. Jadi dia ngiris tangannya pake piso dan darahnya menetes-netes. So, what was happen? Eli ngejilatin darah yang jatuh ke lantai. Jeng-jeng! Ternyata Eli adalah seorang gadis vampir, pemirsa!!
Dan di titik jari gue berdarah, siapa yang jilatin darah gue? Koko? Dan setelah gue tersadar, jari gue terasa perih bukan main! Maklum cutter-nya masih baru jadi yah tajem-tajem gituh. Guess what yang gue lakukan setelah sadar? Gue mencoba menampung darah yang menetes dengan tangan yang lainnya sambil meneriakkan nama kakak gue. Entah kenapa kakak gue yang terlintas di otak gue waktu itu. Karena dia berpengalaman tentang luka-luka beginian. Dia sering banget luka kalo lagi nga-tter makalahnya. Gue pun sedikit berlari dari ruang tamu (tempat gue motong karton) ke ruang tengah. Dan parahnya saat itu kakak gue lagi nyuci piring, sepupu gue yang anak PMR lagi entah kemana. Jujur, itu darah menetes terbanyak yang pernah gue liat dari luka-luka gue selama ini. Kakak gue langsung menghampiri gue dan sedikit terkejut karena darahnya terus mengucur dengan deras *lu kata keran apa? Gue yang awalnya ga panik jadi makin panik melihat darahnya tidak nyusut-nyusut. Allahu Akbar! Tissu yang gue pake buat ngelap darahnya berwarna merah yang meraaah banget! Ambil tissu lagi, darahnya belum berenti. Ambil kapas, tempelin ke luka gue, tahan. 1..2..3..
gue buka kapas udah agak mampet darahnya. Sebenarnya sebelum di tempelin kapas harus dicuci dulu lukanya tapi gue udah keburu panik karena terlalu banyak darah yang berceceran di lantai, muehehe. Kakak gue ngasi perintah untuk menuang minyak zaitun ke luka gue itu di westafel. Dan westafel pun ternodai oleh warna merah. Sakiiiit banget!! Yang gue lakukan saat itu adalah berpikir tentang Koala. Semua hal yang berbau tentang Koala pokoknya. Konyol memang, tapi mujarab loh! Pikiran gue tentang sakit jadi agak teralihkan, hahaha. Sisanya gue meringis dan menghabiskan waktu dengan maen game. Syukurlah, ortu gue gak tau kalo jari gue luka. Kalo iya, beuh makin jadi beban aja gue bagi mereka. Ampuni daku, emak..pak. 
Setelah agak pulih, gue menyiapkan lap+super sol untuk membersihkan darah yang menetes dari ruang tamu sampe ruang tengah. Banyak euy. Karena darah termasuk noda ber-protein  jadi agak lama gosok lantainya biar bersih. Fiuhh...  syu
Keesokan harinya, lukanya udah mau menutup dan gue merasa keren dengan luka codet ini *eh. Dan umm, luka codet ini membawa semacam kabar buruk gitu. Koala lagi entah sedang dalam masalah apa. Karena dia bales sms gue dingin, singkat. Gue mencium adanya masalah tapi gak tau masalahnya apa. Dan yang gue jengkelkan dari diri gue adalah udah dibales singket-singket teteuup aja gue nanya ini itu. Menyebalkan dah pokoknya. Humm, gue harap psikopat itu cepet baik keadaan batinnya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.