Dalam lembaran
hari tertulis kisah-kisah perjalanan hidup kita sebagai manusia. Mau kita
menyadarinya tertulis atau tidak, tetap saja itu akan menjadi suatu kisah
nantinya. Asam hambarnya sudah seringkali kita rasakan. Setiap kita selalu
membutuhkan pendamping. Tidak mesti berwujud pasangan hidup yang terikat dengan
suatu perjanjian. Ini lebih sederhana. Seorang teman yang akan menemani kita
saat ini juga ke depannya, jika bisa.
Semua kita
memiliki pemikiran, pemahaman serta standar atas segala sesuatu. Tidak luput
pula anggapan seorang teman. Kita mempunyai impian bahkan daftar syarat
orang-orang yang bisa menjadi teman kita. Pada saat yang sama, kita pun
berusaha menciptakan pribadi yang sebaik mungkin. Meski tidak semua kategori
baik dalam pemahaman kita dianggap baik pula oleh orang lain. Memang, setiap
orang tidak bisa disamakan standarnya. Kecuali, standar baik-buruk yang
dimaksudkan adalah yang berasal dari Pencipta-Nya. Standar ini sama, baik orang
itu berada di wilayah yang satu dan orang ini berada di wilayah yang lainnya.
Manusia yang
seringkali berbuat kekeliruan, tentu membutuhkan seseorang yang dengan sukarela
memberitahukan kesalahannya dengan cara yang baik. Namun, seringkali untuk
mendapatkan sosok pendamping seperti ini, kita suka menunggu. Melihat orang
berbuat keliru dan ketika merasa bahwa kita bukan termasuk pendampingnya (baca:
teman), maka dengan teratur kita mundur dan tidak memberitahukannya. Kita
membeda-bedakan dan selalu menunggu untuk mendapatkan teman yang baik.
Kita acapkali memikirkan
sesuatu yang tidak ada, sehingga kita pun lupa mensukuri yang sudah ada, yaitu
diri kita sendiri. Bukan egois, jika selalu menunggu dan tidak berbuat apa-apa
tentu sangat tersia waktu berlalu. Mengapa tidak mencoba memantaskan diri
menjadi pendamping yang baik bagi orang lain terlebih dulu? Membuat orang lain
merasa nyaman ketika berada dengan kita dengan niatan yang tentu ikhlas karena
Allah. Bukan berdasarkan asas manfaat yang jika manfaat sudah tidak lagi
didapat maka status pendamping pun lepas begitu saja.
Berhentilah
menjadi penunggu. Nanti label yang tersirat adalah sosok horror. Pantaskanlah
diri dengan menjadi sosok yang sebenarnya ingin kita dapatkan pada orang lain.
Karena bisa jadi nanti kita akan mendapatkan teman yang lebih baik lagi. Atau
bisa juga teman yang dengannya kita melihat berbagai macam nikmat Allah yang
luput dari kesadaran kita. Teman itu bergantung pada bagaimana kita. Jangan
terlalu lama menunggu ya…
Assallamuallaikum...
BalasHapusWa'alaykumussalam wr wb....
BalasHapus