Membicarakan keburukan
orang lain bisa saja dilakukan semua orang. Rasanya mungkin enak, karena kita
membicarakan orang lho. Kemudian, tanpa sadar kita membandingkannya dengan
orang yg lain juga. Seperti kitalah juri dalam kehidupan mereka. Memutuskan mana
yg terbaik dan mana yg terburuk. Mengurutkan perilaku manusia, mulai dari yg
paling baik menurut kami hingga yg terburuk dengan standar kami, perasaan kami,
dan anggapan kami. Kami sibuk sekali membicarakannya.
Sebuah suara berbicara di
dalam kepala kami. Suaranya terlalu kecil. Kami pun tidak ingin repot-repot
berusaha mendengarkannya. Bahkan mengabaikannya. Tahukah suara itu berkata apa?
"Kitalah yang
terburuk. Nantinya kita tidak akan ditanya mengenai perilaku orang lain yang
baik atau buruk. Perbuatan kitalah, aktivitas kitalah yg nantinya akan dimintai
pertanggungjawaban, bukan orang lain. Sadarlah, tinggalkan aktivitas ini."
Akan tetapi, mulut kami
terlalu sibuk membicarakan kekurangan yg ada pada orang lain, sehingga suara di
dalam kepala itu tidak terdengar. Penting sekali bagi kami mengumbar kesalahan
orang lain, sehingga kami lupa terhadap kesalahan kami sendiri. Kebaikan orang
lain sama sekali tidak tersentuh pembicaraan kami, karena terkesan membosankan.
Bukankah seharusnya kebaikan orang lain itu menjadi cermin bagi kami? Aduh,
kami sedang tidak ingin bercermin. Tinggalkanlah kami dengan pembicaraan
penting lagi asyik ini.
Komentar
Posting Komentar