Perasaan itu
sungguh sangat relative sekali. Ia bisa berubah menjadi hal menyenangkan jika
berhubungan dengan kebahagiaan. Seseorang yang sedang senang hatinya pun bisa
berubah menjadi seseorang yang lain, berani melakukan hal-hal yang tidak akan
pernah dicobanya. Mempunyai semangat yang berkobar begitu hebatnya. Mendadak
menjadi pemotivasi bagi yang lain. Begitulah sekilas, dampak dari perasaan.
Namun, seringkali kita hanya bisa merasakan indahnya hidup jika telah mengalami
hal-hal yang baik. Hal-hal yang menyenangkan. Hal yang memang selalu diinginkan
oleh setiap orang. Bagaimana halnya dengan perasaan negatif? Jangan ditanya
pun, sudah pasti banyak sekali jawaban yang akan terlontar untuk mendefinisikan
hal ini.
Keluhan, ketidaktenangan, gelisah, sedih dan banyak sekali kata-kata
yang mampu menggambarkan perasaan negatif ini. Dan biasanya, ketika sedang
menghadapi atau memiliki perasaan ini tidak banyak orang yang bisa bertahan.
Hanya bisa mengeluhkan kenapa semua ini bisa terjadi. Kenapa ini terasa memberatkan?
Kenapa hal ini terjadi padaku, bukan orang lain? Apa salahku sehingga
mendapatkan hal buruk ini? Beragam respon yang didapat. Bukan berarti penulis
tidak pernah mengajukan pertanyaan-pertanyaan macam itu. Tentu pernah. Manusia
juga relatif, disatu sisi ia marah sekali dan beberapa saat kemudian ia akan
menyesali perasaan marah tadi tidak dapat dikendalikan.
Pertanda
seseorang marah ataupun merasa kecewa terkadang karena tidak mendapat perhatian
dari orang yang diharapkan. Bahkan bisa jadi, mendapat hal buruk dari orang
tersebut. Lantas, perasaan itu muncul. Marah, kecewa, merasa tidak dimengerti.
Dan semuanya keluar menjadi satu. Perhatian. Semua orang tentu butuh kasih
sayang. Namun, penampakan atau pengaplikasian dari kasih sayang itu sendiri beragam
bentuknya. Dan seringkali disalahpahami oleh orang lain. Bisa jadi ketika
dimarahi oleh orang tua, guru ataupun teman dekat, mereka sedang memberikan kita perhatian yang
begitu besar. Sehingga ketika kita melakukan kesalahan yang cukup fatal, mereka
ingin agar kita tidak mengulanginya lagi. Walau cara yang mereka gunakan sama
sekali tidak menunjukkan bahwa itu adalah untuk kebaikan diri kita sendiri.
Seringkali kita merasa bahwa kitalah yang paling malang di dunia, hanya karena
selalu diomeli orang tua, selalu dicemooh kakak, selalu diabaikan teman dan
lain-lain. Kita selalu melihat lapisan luarnya. Selalu melihat kulitnya, tanpa
tahu ada apa didalamnya. Kita selalu berprasangka.
Sebelum memahami
seseorang, kita selalu menuntut untuk dipahami terlebih dahulu. Kita merasa,
bahwa dengan dipahami oleh satu orang kita akan memahami orang lainnya. Kita
ingin diperlakukan sebagaimana yang kita inginkan. Bukan seperti apa yang kita
butuhkan. Kita merasa tidak pernah diperhatikan karena cara yang digunakan orang
lain ketika memperhatikan kita bukan dengan cara yang kita inginkan. Kita
selalu meminta, tanpa berusaha untuk memberi. Selalu menuntut tanpa mau
membalas. Ya, kita manusia yang serba kurang. Kurang dalam menghargai,
mensyukuri segala nikmat yang terpampang didepan masing-masing kedua mata kita.
Ketika hal-hal
negatif menyentuhmu, diamlah sejenak. Jangan biarkan amarahmu menguasaimu.
Tenang dan ajaklah akal untuk berpikir jernih. Benarkah yang terlihat sama
dengan yang berusaha disampaikan? Meskipun pepatah mengatakan, jangan menilai
sesuatu dari bungkusnya. Namun, itulah yang pertama kita lihat. Kita sentuh.
Dan dipikirkan oleh otak kita. Jika memang yang kita jumpai sungguh sangat
menyakitkan hati, maka berbahagialah! Ada yang rela meluangkan waktunya hanya
untuk membuatmu menjadi lebih baik. Ia tidak ingin kita terus-terusan berada
dalam kubang kesalahan. Ia ingin kita bangkit, menyongsong perubahan yang
berarti. Karena sejatinya, kita hanya bisa memberi. Terhadap balasan, mintalah
pada yang Maha Membalas. Walau apa yang kita minta tidak seperti yang kita
harapkan, bersyukur dan tenanglah. Jangan melihat dari kulitnya saja. Bisa jadi
apa yang ada dibaliknya berpuluh-puluh kali lebih indah dibandingkan lapisan
luarnya. Yuk, berprasangka baik! Allah hanya bersama prasangka hamba-Nya. Tiada
yang tahu sebaik atau seburuk apa diri kita saat ini kecuali Dia. Maka mari
kita hargai dan jaga semua baik sangka itu dengan berbuat sebaik-baiknya atau
sekurangnya dengan do’a yang diajarkan Abu Bakar Ash- Shiddiq, lelaki yang
penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya, “Ya, Allah. Jadikan aku lebih
baik daripada semua yang mereka sangka dan ampuni aku atas aib-aib yang tak
mereka tahu”.
Komentar
Posting Komentar