Langsung ke konten utama

Perasaan dan Prasangka

Perasaan itu sungguh sangat relative sekali. Ia bisa berubah menjadi hal menyenangkan jika berhubungan dengan kebahagiaan. Seseorang yang sedang senang hatinya pun bisa berubah menjadi seseorang yang lain, berani melakukan hal-hal yang tidak akan pernah dicobanya. Mempunyai semangat yang berkobar begitu hebatnya. Mendadak menjadi pemotivasi bagi yang lain. Begitulah sekilas, dampak dari perasaan. Namun, seringkali kita hanya bisa merasakan indahnya hidup jika telah mengalami hal-hal yang baik. Hal-hal yang menyenangkan. Hal yang memang selalu diinginkan oleh setiap orang. Bagaimana halnya dengan perasaan negatif? Jangan ditanya pun, sudah pasti banyak sekali jawaban yang akan terlontar untuk mendefinisikan hal ini.
Keluhan, ketidaktenangan, gelisah, sedih dan banyak sekali kata-kata yang mampu menggambarkan perasaan negatif ini. Dan biasanya, ketika sedang menghadapi atau memiliki perasaan ini tidak banyak orang yang bisa bertahan. Hanya bisa mengeluhkan kenapa semua ini bisa terjadi. Kenapa ini terasa memberatkan? Kenapa hal ini terjadi padaku, bukan orang lain? Apa salahku sehingga mendapatkan hal buruk ini? Beragam respon yang didapat. Bukan berarti penulis tidak pernah mengajukan pertanyaan-pertanyaan macam itu. Tentu pernah. Manusia juga relatif, disatu sisi ia marah sekali dan beberapa saat kemudian ia akan menyesali perasaan marah tadi tidak dapat dikendalikan.

Pertanda seseorang marah ataupun merasa kecewa terkadang karena tidak mendapat perhatian dari orang yang diharapkan. Bahkan bisa jadi, mendapat hal buruk dari orang tersebut. Lantas, perasaan itu muncul. Marah, kecewa, merasa tidak dimengerti. Dan semuanya keluar menjadi satu. Perhatian. Semua orang tentu butuh kasih sayang. Namun, penampakan atau pengaplikasian dari kasih sayang itu sendiri beragam bentuknya. Dan seringkali disalahpahami oleh orang lain. Bisa jadi ketika dimarahi oleh orang tua, guru ataupun teman dekat,  mereka sedang memberikan kita perhatian yang begitu besar. Sehingga ketika kita melakukan kesalahan yang cukup fatal, mereka ingin agar kita tidak mengulanginya lagi. Walau cara yang mereka gunakan sama sekali tidak menunjukkan bahwa itu adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. Seringkali kita merasa bahwa kitalah yang paling malang di dunia, hanya karena selalu diomeli orang tua, selalu dicemooh kakak, selalu diabaikan teman dan lain-lain. Kita selalu melihat lapisan luarnya. Selalu melihat kulitnya, tanpa tahu ada apa didalamnya. Kita selalu berprasangka.

Sebelum memahami seseorang, kita selalu menuntut untuk dipahami terlebih dahulu. Kita merasa, bahwa dengan dipahami oleh satu orang kita akan memahami orang lainnya. Kita ingin diperlakukan sebagaimana yang kita inginkan. Bukan seperti apa yang kita butuhkan. Kita merasa tidak pernah diperhatikan karena cara yang digunakan orang lain ketika memperhatikan kita bukan dengan cara yang kita inginkan. Kita selalu meminta, tanpa berusaha untuk memberi. Selalu menuntut tanpa mau membalas. Ya, kita manusia yang serba kurang. Kurang dalam menghargai, mensyukuri segala nikmat yang terpampang didepan masing-masing kedua mata kita.


Ketika hal-hal negatif menyentuhmu, diamlah sejenak. Jangan biarkan amarahmu menguasaimu. Tenang dan ajaklah akal untuk berpikir jernih. Benarkah yang terlihat sama dengan yang berusaha disampaikan? Meskipun pepatah mengatakan, jangan menilai sesuatu dari bungkusnya. Namun, itulah yang pertama kita lihat. Kita sentuh. Dan dipikirkan oleh otak kita. Jika memang yang kita jumpai sungguh sangat menyakitkan hati, maka berbahagialah! Ada yang rela meluangkan waktunya hanya untuk membuatmu menjadi lebih baik. Ia tidak ingin kita terus-terusan berada dalam kubang kesalahan. Ia ingin kita bangkit, menyongsong perubahan yang berarti. Karena sejatinya, kita hanya bisa memberi. Terhadap balasan, mintalah pada yang Maha Membalas. Walau apa yang kita minta tidak seperti yang kita harapkan, bersyukur dan tenanglah. Jangan melihat dari kulitnya saja. Bisa jadi apa yang ada dibaliknya berpuluh-puluh kali lebih indah dibandingkan lapisan luarnya. Yuk, berprasangka baik! Allah hanya bersama prasangka hamba-Nya. Tiada yang tahu sebaik atau seburuk apa diri kita saat ini kecuali Dia. Maka mari kita hargai dan jaga semua baik sangka itu dengan berbuat sebaik-baiknya atau sekurangnya dengan do’a yang diajarkan Abu Bakar Ash- Shiddiq, lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya, “Ya, Allah. Jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu”. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.