Sudah 2 hari, kami menginap di hotel. Rasanya? Tentu nyaman sekali!
Aktivitas padat sedari pagi hingga sore mampu menghilangkan efek magis kamar
hotel tersebut. Raga ini sudah terlalu lelah! Batin jangan ditanya. Hampir
seharian, mental kami digempur habis-habisan. Karena sudah begitu lama
menghabiskan waktu tanpa berhadapan dengan seorang ahli, sehingga ketika bertemu jantung ini serasa ingin cepat-cepat lepas dari tempatnya
semula. Perutku tidak kalah berontak. Cacing-cacing mulai menggigiti
bagian-bagian perutku tanpa ampun. Geli sekaligus sakit!
Sesampainya kami di Aula RRI Mataram, fisik serta batinku sudah mencapai
puncak ketegangan. Walaupun panitianya belum terlihat, tetap saja ini sudah
menguras pikiran luar dalam. Dan yang menambah kekesalan adalah telatnya aku
mengisi form registrasi sehingga mendapatkan tempat duduk di paling belakang.
Kemampuan mata sudah gak karuan, badan kecil, duduk di pojok belakang pula.
Lengkap. Meskipun memakai kacamata, postur badanku yang agak mungil ini
terlihat tenggelam oleh meja yang kami dapati. Ckck... Dan bukan hanya meja
kami saja, meja yang lain juga begitu. Oh iya, satu meja terdiri dari empat
kursi. Aku bersama Ika dan Ni Luh juga Santi. Namun, ketika kursi di bagian
depan kosong Ni Luh dan Santi beranjak untuk menempati posisi tersebut, padahal
aku sudah berdiri dan bersiap pindah. Bukan rejeki, kurasa. Sehingga agak kikuk
aku kembali pada kursiku semula. Dan teman baru kami dua orang menempati kursi
dua temanku yang sudah pindah tadi. Namanya Cindy dan aku tidak tahu nama yang
satu lagi. Walau kami mengobrol, entah kenapa menanyakan namanya jarang menjadi
topik! Pembukaan dimulai. Bapak yang berbicara berkulit putih mulus. Dan dari
logatnya kelihatan sekali beliau orang yang hidup di pulau Jawa. Karakter serta
etikanya berbeda dengan orang Lombok. Dan seperti biasa, penjelasan ini mulai
membosankan. Ika saja sudah mengantuk. Aku juga mengantuk sebenarny. Namun,
kupaksakan untuk terus mendengarkan. Karena dalam pelatihan ini aku belum
mengetahui sedikit pun kegiatan apa saja yang dilakukan. Wah, ternyata ada enam
bidang yang akan diuji, yakni Junior Networking, Junior Programming, Junior
Multimedia, Basic Computer Assembly, Practical Office Advanced, dan Grafika
Fundamental. Sama sekali tidak terbayang! Dan ketika pak Edwin, bapak pembicara
pertama tadi, menjelaskan mengenai Practical Office Advanced, aku langsung
tertarik. Karena Alhamdulillah hamper semua fitur bisa ku kuasai. Namun, hal
lain itu jika Microsoft Excel yang akan diujikan. Dan benar saja, Excel termasuk
program yang diuji. Perutku kembali berontak. Tanganku terasa semakin dingin,
mungkin karena suhu AC yang digunakan terlalu rendah hahaha. Aku dan
teman-teman saling bertukar pandang akan jurusan apa yang harus kami ambil. Aku
dan beberapa teman sekelasku ikut pelatihan ini. Untuk sekedar mengisi waktu,
alasannya. Dan ini bukan sama sekali mengisi waktu melainkan menguji waktu yang
kemarin tidak ku manfaatkan!
Berusaha untuk tidak mengantuk, ku ganggu Ika dengan guyonan khasku yang
kriuk sekali. Ika tipe orang kinestetik. Bosan jika tidak melakukan pergerakan
apa pun. Itulah yang menyebabkan dia sekarang duduk menelungkupkan wajah di
atas kedua tangannya yang terlipat di meja. Ku gambar sebuah visual kecil
untuknya, dan kami sempat bertukar pesan rahasia melalui itu. Tidak bertahan
lama memang, dan aku sudah menyadari itu bahwa aku tipikal
orang yang membosankan. Ah sudahlah... malas aku membahas ini. Dan waktu
berjalan tanpa terasa sama sekali! Sudah mendekati waktu zuhur! Setelah semua
bidang dijelaskan, kami mendapat kesempatan untuk ishoma. Aku dan Dina memilih
shalat terlebih dahulu, karena memang kami belum merasakan lapar sejak
diberitahu akan bidang-bidang yang diuji tersebut. Kami butuh ketenangan.
Kembalinya dari mushola, kami pun makan. Kemudian mendaftar online
pelatihan tersebut. Tebak apa yang kupilih? Yup, Junior Multimedia! Acara pun
dilanjutkan, kami diberikan semacam panduan akan bidang yang kami pilih. Aku,
Ika, Cindy dan temannya sama-sama memilih bidang Junior Multimedia. Karena jurusan
kami ketika sekolah adalah multimedia. Ketika membuka lembar kedua dari
panduan, aku agak kaget. Keluarlah beberapa materi yang kurasa tidak seharusnya
diujikan untuk bidang multimedia. Seperti pengertian OS (Operasi Sistem),
kemudian spesifikasi komputer yang digunakan untuk mendesain dan banyak lagi
tetek bengek yang tidak kuketahui masuk sebagai materi uji. Jantungku kembali
mendesak untuk keluar. Aku panik. Ya, aku benar-benar panik!
Sudah kadung, aku tetap memilih Junior Multimedia. Dan berkumpul bersama
teman-teman yang sama memilih bidang itu. Untuk mengurangi ketegangan Ika
berguyon. Hahaha, kami tertawa lepas. Teralu lepas mungkin, karena adrenalin
yang ada terus meningkat dan terlepas oleh tawa kami. Kemudian, temanku yang
memilih POA (Practical Office Advance) datang dan menanyaiku mengenai
fitur-fitur Ms. Word. Aku membantunya. Dan tanpa terasa aku merasa lebih nyaman
dengan POA. Aku masih panic dan berusaha untuk mempelajari desain sedikit. Ini
benar-benar sedikit karena aku melihatnya saja curi-curi pada kakak kelasku
yang sedang mempelajari Corel. Dan peserta Junior Multimedia pun dipanggil
untuk duduk pada kursi serta laptop yang telah disediakan. Aku memutuskan untuk
pindah. Pindah ke POA. Aku meninggalkan zona mencekam itu dan memilih zona
nyaman.
Teman Cindy sempat memintaku untuk tetap pada Junior Multimedia, namun aku
meragukan hal tersebut. Aku hanya bisa memberikan seulas senyum padanya. Dan
ketika bidangku diuji, aku terjepit. Meja yang cukup untuk empat orang tadi,
diatur ulang tempat duduknya. Sehingga ada dua orang yang menghadap meja
didepan dan dua orang lagi menggunakan meja dibelakang. Aku mendapat kursi
kedua dari samping dan menghadap ke belakang. Bertolak belakang dengan teman
sebelahku yang menghadap ke meja depan. Aku bersebelahan dengan Gan. Ia teman
sekelasku juga. Dan ia mengambil klaster/bidang Junior Multimedia. Dan dua
orang sisanya diisi oleh laki-laki Junior Programming dan Junior Multimedia.
Aku benar-benar terjepit. Semula aku ragu untuk merubah posisi. Tapi ini
benar-benar terdesak juga campur baur. Sedari awal aku sudah mengingatkan diri
untuk tetap menjaga posisi untuk tidak bercampur baur dengan laki-laki bukan
mahram, dan setan menggoda selama aku menginap di hotel. Ya, Allah.. Masakah
tetap seperti ini? Sedangkan aku tahu hukumnya tidak boleh. Akhirnya,
kukumpulkan keberanian untuk meminta pindah tempat. Bu Sherli yang merupakan
asesor/pengawas klaster POA mengijinkanku, “Kejepit ya disana?” “Iya, bu,
kejepit disini.” Alhamdulillah aku bisa pindah dan duduk disamping Regina teman
sesama klaster POA.
Ehm, kuakui jujur saja. Ini tidak semudah desain. Ini logika. Karena hanya
diberi waktu 2 jam untuk menyelesaikan tiga soal, aku meloncati bagian Ms.
Excel. Tapi, tersendat pada Ms. Powerpoint karena di soal tersebut meminta
untuk menggandakan gambar grafik yang telah dibuat dari data yang dikerjakan
pada Ms. Excel. Aku terdiam. Ini jalan buntu. Waktu juga sudah habis.
Benar-benar tidak terasa sama sekali! Dengan langkah gontai aku menghampiri
teman-teman yang lain. Dan bagai disambar petir, aku agak menyesal karena telah
mengganti klaster. Teman-temanku di klaster Junior Multimedia bercerita bahwa
soalnya tidak terlalu sulit. Aah!!! Ingin rasanya berteriak dan memutar waktu
kembali! Aku hanya bisa nyengir. Menyesali keputusanku. Tapi, sudahlah. Toh,
ini pelatihan untuk mengukur sejauh mana kemampuanku.
Malamnya, seperti biasa berkumpul dikamarku. Aku dan Dina satu kamar. Seka,
Regina, Ika, Santi dan Luh berlainan kamar. Hanya Ika sendiri yang tidur dengan
kakak kelas. Dina sebenarnya kurang menyukai keramaian, tapi aku suka. Karena
sudah terlalu lama aku sendiri dalam duniaku. Dina mengalah. Bukannya belajar
pada malamnya, kami malah sibuk bercerita ini dan itu. Hahaha, dasar cewek jiwa
rumpinya selalu saja hidup! Syukurnya hal itu tak berlangsung lama. Jam
Sembilan kami sudah berpencar ke teman-teman sesuai dengan klaster yang
diambil. Otomatis aku dan Dina berpisah. Dia mengambil Junior Multimedia. Aku
bergabung dengan Seka dan Regina.
Sebelumnya, kami berencana untuk menginap bersama! Walhasil aku dan
beberapa teman lainnya menurunkan kasur tunggal bagian atas sehingga menjadi
dua kasur. Celakanya, karena kurang aba-aba yang kuberikan pada Seka, kasur
tersebut didorong sehingga mendorong meja tempat telepon dan meja tersebut
terdorong terlalu jauh dan putuslah salah satu dari banyak kabel yang ada di
meja sekaligus navigator lampu dikamar. Pias dan pucat terlihat pada wajah
Regina, Seka, dan Santi. Ika, Luh dan Dina sedang keluar saat itu. Aku panik.
Lagi-lagi panik! Ketika semuanya berkumpul, aku memberanikan diri memeriksa apa
saja yang terlepas dari posisi awal. Syukurnya, kabel telepon tidak putus.
Hanya lampu saja yang putus. Tapi cukup membuat stress seisi kamar. Akhirnya,
Ika mengajukan diri untuk menelpon resepsionis. Responnya aneh. Disangkanya
kami anak polos mungkin. Kami disuruh mengecek saklarnya. Hello! Ika menelpon
kembali. Resepsionis pun mempertimbangkan. Kak Ayu, teman sekamar Ika pun
datang dan sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi disini! Karena
tak kunjung datang si service room, kami pun meminta kak Ayu untuk menelpon
kembali. Hihi, beliau mau-mau aja kok! Dan ta-da! Datanglah si mas-mas ini.
Tampangnya lumayan. Duh, salah fokus! Kak Ayu meminjam laptop Ika dan menonton
video dari @KevinChocs. Walhasil tidak terlalu kentara bahwa yang telah
menyebabkan matinya lampu ini adalah tujuh sekawan cewek-cewek imut. Masnya
sibuk periksa ini dan itu. Aku hanya bisa memberikan instruksi lewat hati. Disitu yang rusak mas..! Bukan saklarnya tapi
rangkaian kabelnya, mas..!!!! Gregetan banget! Akhirnya masnya menemukan!
Alhamdulillah. Duh, aku meremas-remas tanganku yang berkeringat. Semoga
berhasil. Semoga tidak rusak terlalu parah. Dan hoopla! Lampu menyala! Kami
berteriak syukur.
Satu lagi, ketika paginya kami akan berangkat menuju Aula RRI, Regina dan
Seka menitipkan laptop mereka pada brankas yang ada di kamar kami. Ika ikut.
Dan dialah yang menutup brankas. Sekembalinya dari pelatihan, Dina lupa dimana
menaruh kartu kamar. Ika juga lupa kode sandi yang dia masukan pada brankas
kamar kami. Sedangkan laptop Regina ada didalamnya. Kacaulah hari itu.
Benar-benar kacau. Sudah kartu kamar, kode brankas lagi. Akhirnya aku dan Dina
mengungsi ke kamar Ika. Kami belum shalat, apalagi mandi. Badan lelah, pikiran
apalagi. Ku telepon teman-teman yang lain, mungkin mereka pernah membawa kartu
kamar kami. Tidak ada yang membawa. Dengar-dengar kabar juga, jika kartu kamar
hilang kami harus menggantinya sebesar seratur ribu rupiah! Ya Allah.. Seka
menelepon, ternyata Regina lupa mengembalikan kartu kamar kami. Syukurlah, satu
masalah selesai. Kemudian, beruntun
masalah itu datang. Kode sandi brankas, kemudian kabel yang terlepas. Sempat
kami mengutuk kamar serta hari ini adalah hari sial. Padahal gak boleh begitu
kan...
Hari kedua berakhir dengan lelah, serta susahnya aku tidur di tempat baru
(lagi).
Komentar
Posting Komentar