Langsung ke konten utama

My Problems >> The Feelings

The way you put your feelings may cause a trouble. Itu tepatnya buat saya. Seharian ini ngerasa aneh terus. Diawali dengan pagi yang agak amburadul karena telat bangun. Lalu, mengantar sepupu ke sekolah tanpa pemberitahuan sebelumnya. Otomatis, peraturan yang saya terapkan setiap menggunakan motor yakni kecepatan 40km/jam saya langgar. Yah, ini darurat.

Sesampainya di sekolah tercinta (karena lagi bentar mau lulus haha!) banyak siswa yang sudah berbaris. Crap!! Syukur aja pintu gerbangnya belum ditutup, itu aja sih. Wkwk, tapi ogah telat lagi. Gak enak! Rasanya tenaga yang habis 2x lebih banyak dari biasanya. Itu namanya pemborosan, *pelit mode on.



Pas upacara juga, saya males banget buat ngobrol sama temen. Entah kenapa tuh tiba-tiba. Upacaranya juga lama selesai. Ini makin bikin bete. Belum lagi, temen di depan barisan saya ribut. Ribut ngobrolnya. Makin maleslah saya, karena gak diajak ngomong. Hahaha, bukan itu, ding! Di sebelah kiri saya  ada barisan yang tercipta dari kelas 10 yang "mengungsi" dari tempat baris biasa. Saya masih inget sama sms temen saya, "Saya tipe orang yang gak terlalu suka ikutin nasehat orang. Lebih baik saya niru apa yang dia lakuin kalo itu baik". Kalimat ini bener-bener melekat erat, padahal saya gak pernah nge-lemin. Tak terasa saya sedang menerapkan itu. Mencoba diam saat upacara agar ditiru adek kelas. Tapi itu lagi diam karena mood gak karuan. Semua kebiasaan baik dibutuhkan pemaksaan pada awalnya. Terus pas ngomong sama kelas 11 lagi, otak saya rasanya bergulat dalam menentukan kata apa yang seharusnya terlontar, sehingga yah bisa saya rasakan kata-kata itu terdengar kaku. Ditambah dengan ekspresi wajah saya yang bisa saya prediksikan gak karuan juga. Karena perasaan saya sedang kacau. Dan disebabkan oleh apa itu juga belum jelas.

Gak terasa habits cerewet yang mau saya biasakan itu yah mulai pudar. Saya kan lebih suka dieman orangnya. Atau gak sibuk sendiri. Individualis gitu. Sama kayak nama saya. Tapi, waktu yang dulu itu saya gak mau kayak gitu. Saya mau bareng. Berbagi sama mereka, yang mudah-mudahan sama-sama mendapat manfaat. Jadi, awal untuk membiasakan cerewet itu saya berusaha ngomong apa pun, gak lupa juga buat buang malu. Butuh PD yang besaaar bangetttt! Saya kan pemalu, wkwk, temen saya tewas-tewasan menyanggah opini ini.

Sewaktu mapel pertama mulai, yaitu Bahasa Indonesia, konsentrasi saya habis hilang ditelan buru-buru dan kelaparan. Otak saya paksa mikir buat ngerjain tugas surat balasan sama Dina. Lanjut ke mapel IPA setelah BI. Disini saya bener-bener kehilangan kontrol diri. Nguap-nguap terus. Kepala pusing pula. Gak fokus dah. Pengen cepet-cepet istirahat supaya bisa makan.

Setelah makan, pikiran lebih enak diajak mikir. Pas lagi ngerancang tugas buat kamar tidur, tiba-tiba kepikiran sama perkataan sahabat jauh saya. Namanya Dilla, kata dia saya orangnya serius jadi dia gak berani asal guyon sama saya. Saya sih ngerasa biasa aja~ Jadi inget sama kalimat bijak yang bilang kita tidak bisa menilai diri kita sendiri. Indeed. Dari situ saya penasaran seperti apakah saya ini di mata temen yang lain. Mumpung Ika ada disebelah, saya tanya dia.

"Kak, saya ini orangnya serius sekali ya sampe kamu ga berani becanda sama saya?"
Ika agak kaget, "Iya sih" jawabnya takut-takut berusaha jujur.
Refleks, saya langsung ngakak. "Astaga, masa saya serius sekali! Haha selo aja, Kak," kata saya masih ketawa.
Yayuk manggil-manggil buat piket. Percakapan itu berakhir.
Selesai piket, masih ada Dina sama Seka. Jujur dari lubuk hati paling dalam, saya kurang terima kalau saya itu ternyata tergolong orang yang serius. Jadi saya tanya Dina tentang itu. Tapi beda pertanyaan.
"Na, kira-kira lebih serius mana orangnya saya apa kamu? Tadi Ika bilang saya, saya mau nanya Seka tapi malu," kata saya ke Dina.
"Saya kayaknya, haha, tapi ndak tau juga. Coba aja kamu tanya Seka. Ngapain kamu malu," seloroh Dina.
Langsung deh nanya Seka.
"Kalo menurut saya sih, Dina lebih serius orangnya. Kalo kamu masih ada ketawa-ketawanya gitu kalo ngomong," ujar Seka.
Sebenarnya masih kurang puas sih sama jawaban itu. Karena memang yang ditanya baru 2 orang -_- Plus kalo sama Seka belum berani ngomong serius. Takut salah-salah nanti.

My problem now is I always put my bad feelings into the situation. Wether it's good condition or bad condition. I still strunggling for controling my mood.

Dan terkadang saya lebih suka fokus kepada kelemahan bukannya meningkatkan bidang dimana yang saya memang diberi kendali untuk menguasainya. Ini dia. Gak kerasa banyak waktu saya habisin hanya buat ngeliat, betapa cupunya saya, kurang ilmunya saya, kurang ini kurang itu tanpa berusaha buat sadar untuk melakukan perbaikan.

Jangan terlalu lama menatap ketidaksempurnaan diri, habiskan waktu dengan berusaha menjadikan diri menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itu saja. Dan jangan lupakan peran besar seorang teman.

"Orang yang paling kusenangi adalah yang menunjukkan kesalahanku" -Umar bin Khaththab-

We always need friend, even it comes from family.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.