Kepalaku terasa gamang, tidak seperti biasanya. Bahkan kali ini
perjalanan hidupku seakan tampil di hadapan orang banyak, layaknya film di
bioskop aku pun turut menyaksikannya. Entah mengapa sensasi yang kudapatkan
setelah menontonnya diluar dugaanku. Mataku, tubuhku tak mau bergerak
berdasarkan perintahku. Mereka hanya diam terpaku pada posisi masing-masing.
Mungkin ini yang dinamakan galau. Tapi bukan begini menurutku.
Bagai seseorang yang kehausan, aku mencari kasih sayang dimana pun aku
berada. Mengenaskan sekali bukan? Aku tidak bohong.
Itulah yang kurasakan
sekarang. Melihat mata ibuku didepanku sedang menatapku, aku tidak yakin akulah
yang sedang dilihat ibu, tergambar jelas di matanya. Aku bingung. Ketika aku
sangat ingin kelembutan seseorang entah dalam berupa apa saja, tidak ada satu
pun atau mungkin saja aku hanya tidak menyadarinya. Dan jika aku sedang tidak
ingin diperhatikan, justru banyak sekali perhatian yang kudapat sehingga
membuatku merasa risih dan ingin cepat-cepat pergi. Kebiasaan sebabnya.
Setiap kali masalah merong-rongku, mengacaukan sarapan pagiku, mulutku
seakan terkunci untuk menceritakannya pada orang lain. Dan yang bisa kulakukan
hanya berbicara pada diriku sendiri. Mempertanyakan kembali bagaimana ini bisa
terjadi. Karena untuk mengetikannya pada layar laptop seakan sudah bukan lagi
menjadi rahasia.
Dengan membaca suatu kisah fiksi, otakku kembali bertanya. Selalu
pertanyaan yang diluar kemampuanku untuk menjawabnya. Seperti menghadapai anak
kecil. Mengapa kisah fiksi lebih menarik dibandingkan dengan kisah nyata?
Bukankah apa yang nyata terlihat lebih hidup? Nyatanya tidak bagiku. Justru
kisah nyata menjadi suatu cerita pada buku yang lembarannya sudah menguning
semua. Berbeda dengan kisah fiksi, semua khayalan yang sebenarnya tidak ada dan dihidupkan kembali dengan cerita itulah yang terasa nyata!
Ya, terasa nyata! Lalu bagaimana dengan kehidupan yang sesungguhnya, yang
benar-benar nyata tanpa khayalan pikiran yang tidak terwujud.
Karena, sesuatu yang tidak nyata dan bisa ditampilkan itulah yang
membuatnya menjadi menarik. Tidak bosankah kalian mendengar, membaca, dan
menceritakan kembali cerita masa lalu yang jika ditilik lebih dalam kurang
lebih sama dengan kisah seseorang di kota, provinsi, pulau serta negara yang
berbeda? Keunggulan dari kisah fiksi ialah apa yang seseorang ingin lakukan
atas kehendaknya, berdasarkan kemauannya tanpa campur tangan orang lain yang
membuatnya menjadi lebih menarik. Tunggu sebentar ini seperti mendahului atau
bahkan mengubah rencana yang Tuhan sudah rencanakan.
Dalam keadaan pikiran seperti ini, aku merasa sekuler. Memisahkan
kehidupan dengan agama yang ku-anut. Dan ini sangatlah perasaan tidak jelas
yang sulit sekali diuraikan untuk diselesaikan masalahnya. Jika sudah
keterlaluan, entah bagaimana mungkin, otakku, langsung memikirkan suatu hal
yang tidak pernah aku sadari sebelumnya. Mati. Semua manusia pasti akan mati.
Termasuk juga aku. Dan mau aku siap atau tidak, perbuatanku baik atau tidak,
nilaiku bagus atau tidak, aku akan berpindah tempat. Menuju tempat yang abadi.
Lalu kusadari, bahwa kehidupanku sekarang masihlah bisa dibilang fiksi, karena
hanya sementara. Mungkin aku salah. Maksudku, kehidupan ini nyata namun hanya
sementara dan seringkali yang sementara ini membuatku merasa tertekan.
Seolah-olah semua orang bahkan keluargaku menyerangku. Dan ini bagaikan
kepastian yang Tuhan minta dariku, benarkah aku memang memilih pilihan yang
baik bagiku untuk kehidupan yang abadi? Yakinkah aku akan pilihanku, maka Tuhan
mengujiku.
Kurasakan awan hitam yang sedari tadi bergumul di kepalaku perlahan
sirna. Menampakkan sinar mentari dengan hangatnya. Yang kubutuhkan sekarang
mendekat pada-Nya dan berusaha keras untuk mengerjakan segala sesuatu yang
terlihat dan berarti.
Komentar
Posting Komentar