Hari ini merupakan hari yang biasa saja
sepertinya. Bagi orang-orang yang sama sekali tidak mirip denganku. Bayangkan
saja, mantan kekasihmu ehm atau sebut saja seseorang yang baik di masa lalumu
berulang tahun pada hari ini. Dan mungkin ini satu-satunya cara agar aku bisa
berkomunikasi lagi dengannya. Mengucapkannya selamat ulang tahun. Hal ini
cukup menguras otak juga ternyata. Karena untuk membuat hadiah yang tepat,
tentu kau tak ingin seorang pun tahu akan rencanamu ini. Begitu pula aku.
Ketika sampai di sekolah, pikiranku hanya
tertuju pada satu tempat. Lab. Dimana aku mendapatkan tegangan listrik untuk
menghidupkan komputer jinjing tua ini, baterainya sudah tak sanggup menyala
sendiri. Tololnya aku, memilih tempat duduk biasa layaknya belajar setiap hari.
Dan bangku-ku terletak di tengah. Tengah. Meja kedua dari depan dan meja ketiga
dari kiri. Jumlah baris bangku dari depan berkisar 8 bangku. Bukan berkisar,
tetapi memang 8 bangku.
Setelah membuka program yang berhubungan
dengan hadiah ini, mataku pun sangat awas sekali dengan keadaan sekitar.
Meskipun teman-temanku sibuk dengan urusannya masing-masing, tetap saja mereka seakan
mengintaiku dari belakang. Ini mulai menakutkan, jujur saja. Dan karena tidak
tahan dengan prasangka-prasangka buruk ini, aku pun pindah tempat ke bangku
paling belakang, tepatnya pojok kanan. Dengan jarak 2 bangku dari sisi kiri ,
temanku sedang memainkan Dota. Setidaknya mereka mempunyai sesuatu untuk
difokuskan sehingga tidak memperhatikan apa yang sedang kulakukan. Walhasil
dengan secercah harapan akan terselesaikannya proyek ini dalam waktu singkat
membuatku mau tidak mau terseyum juga. Baru saja, aku memasukkan foto, temanku
yang perempuan datang menghampiriku dengan membawa temannya satu lagi. Komplit
sudah, tidak akan selesai tepat waktu hadiah ini, erangku dalam hati. Meski
begitu, tak mungkin bukan aku mengusir mereka seketika itu juga? Kupaksakan
diriku untuk menerima kehadiran mereka, dan mencoba untuk membahas sesuatu hal
yang membosankan agar mereka segera pergi.
Hampir beberapa menit mereka masih
bersamaku, temanku yang perempuan. Setelah berhasil me-minimize proyekku, aku berusaha untuk masuk ke dalam pembicaraan
mereka. Well, terkadang aku tidak begitu suka dengan pembicaraan perempuan,
maksudku perempuan yang hanya mementingkan style
dan laki-laki. Akan tetapi, mereka membahas hal lain, yaitu tentang “lelaki
baik di masa laluku”. Entah, aku harus memperlihatkan ekspresi senang atau
sakit hati, dan ekspresi jengkel yang terpilih. Satu perempuan pergi. Tinggal
satu lagi, ucapku penuh kesabaran dalam hati. Dan sungguh betapa tololnya aku,
malah memperpanjang obrolan kurang penting ini. Sial. Mungkin dia menyadarinya,
dan tak lama kemudian dia pergi. Syukurlah.
Dengan hati-hati sekali ku buka kembali
proyek itu, bahkan aku mengecek keadaan sekitarku, adakah yang memperhatikanku?
Tidak ada. Otakku agak terkuras sedikit kinerjanya akibat merasa tegang
sepanjang beberapa waktu yang lalu. Tentang desainnya aku kehilangan
perencanaannya. Ku keluarkan selembar kertas untuk membuat sketsa. Temanya
warna biru, karena itu warna yang dia sukai. Nanti akan kumasukkan 2 fotonya,
kemudian ditambahkan tulisan ucapan selamat. Mm, finishing-nya mungkin gambar
panah dengan brush. Oke, kurasa ini
cukup. Adobe Photoshop CS6 menjadi saksi atas proyek ini, dan mudah-mudahan selesai sesuai dengan
jadwal yang telah kutentukan.
Tak terasa, sudah ¾ jadi. Temanku, yang
kali ini adalah laki-laki, datang
menghampiriku. Please jangan mengajakku mengobrol, kataku memelas
dalam hati tentunya.
“Gimana, Ndi? Udah jadi web?” tanyanya
santai, sembari mengambil tempat duduk di dekatku.
“Eh, ngg belum. Aku bingung, Nok,” cepat-cepat
ku buka program lain.
“Kamu sedang ngerjain apa?”
“Nggak, ada kok.”
Hatiku mulai berdetak tak karuan, sejauh
ini belum ada yang tahu tentang proyekku. Nanok, dia mungkin salah satu orang
yang kupercaya, meskipun kami jarang berkomunikasi. Entahlah, aku hanya merasa
nyaman dengannya, maksudku, dia orang yang enak diajak ngobrol.
“Santai aja, lagi bikin apa sih?”
tanyanya lagi.
Haruskah ku ceritakan padanya tentang
proyek ini. Hmm, iya tidak ya. Kurasa dia bukan orang yang suka menceritakan
rahasia orang.
“Gimana ya… Cuma kamu aja yang tahu
tentang ini. Jangan beri tahu siapa pun, oke?”
“Iya, Ndi.”
Dia tetap tenang meski pun aku sudah
mengatakan bahwa ini adalah sebuah rahasia. Baiklah. Sepertinya tidak apa-apa
juga kuceritakan proyek ini kepadanya.
“Gini, temanku ulang tahun sekarang, Nok.
Dan aku sedang membuat hadiah ulang tahun untuknya.” Ujarku pelan, dan membuka
kembali halaman kerjaku di Photoshop.
Dia hanya mengangguk. Bahkan matanya
tampak agak sayu, mungkin kecapekan. Yang ku
tahu, dia suka mengerjakan tugas teman-temanku di kelas. Sebagai
imbalannya dia dibayar, dan soal ini aku tidak tahu berapa. Betapa baiknya
orang ini, ujarku dalam hati. Dia hanya tersenyum melihatku malu begini. Untuk
mencairkan suasana, aku pun menanyakan pendapatnya mengenai finishing-ku yang belum menemukan jalan
keluar.
“Wah, kalau soal desain aku kurang begitu
ahli, Ndi,” jawabnya tertawa.
Aku hanya terkekeh mendengar jawabannya
yang begitu jujur. Otakku seakan memberi tahu, waktunya menipis. Langsung saja
aku mengerjakannya tanpa merencanakan sentuhan akhir dari proyek ini. Aku akan
menggunakan insting untuk ini. Sepertinya
Nanok menyadari bahwa aku sedang sibuk, dia pun pergi meninggalkanku. Aku
merasa lumayan bebas sekarang.
bersambung...
bersambung...
Komentar
Posting Komentar