Suatu Senin pagi yang mengharuskan kami untuk mendatangi kampus. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengumpulkan tugas UTS. Selesai absen dan menyerahkan tugas, kami pun membubarkan diri. Parahnya ada satu temen saya sebut aja namanya Viana, dateng telat. Gak cukup sampai disitu ternyata tugasnya dia titip print di temen yang lain dan temen itu (anggap aja namanya Andi) belum dateng juga. Berabe dah...
Sambil nunggu si Andi itu dateng kita ngobrol ngalor ngidul. Ada faedahnya sih dikit. Maklum semester akhir jadi bahasannya seputar proposal skripsi. Viana masih aja gusar karena si Andi belum dateng sedangkan waktu udah mau jam 8 teng. Bukannya bantu saya sama Rahma malah ngomelin dia. Ya iyalah ada temennya yang lebih deket gak dimintain tolong malah nebeng sama temen jauh yang kita gatau karakternya kayak gimana, salah satunya contohnya ya telat ini. Ditengah galaunya dia, Viana coba untuk hibur dirinya sendiri. Wong dia kita omelin, hahaha.
“Mau gimana pun juga ini kan udah ditetapkan sama Allah ya… Saya titip ngeprint di Andi dan Andi sekarang telat…”
Saya yang denger gitu langsung diem. Ini bukan persoalan takdir, kata saya ngebatin.
“Iya, ini udah ditetapkan sama Allah,” lanjut Viana.
Saya ngerasa ada yang salah dari pernyataan itu. Dan saya biasanya tipe orang yang kalau misal ada hal kecil yang gak perlu dibenerin saya biarin, tapi ini bukan sesuatu yang remeh dan harus diperbaiki.
“Nggak, Vi. Itu bukan takdir. Karena kamu punya pilihan disitu.”
“Tapi kan jadinya kayak gini.”
“Kalau takdir itu kamu gak punya pilihan disitu. Dan soal ngeprint ini kan kamu bisa milih titip di Andi di saya atau di Rahma. Jadi ini persoalah yang kamu punya kuasa di dalamnya. Bukan pasrah begitu aja. Beda lagi sama bencana alam, itu baru diluar kuasa kita dan kita gak punya pilihan disana.”
Obrolan berhenti sampai disitu karena Andi udan nongol. Viana entah menerima atau nggak maksud saya. Tapi yang jelas itu bukan hal sepele yang bisa dikategorikan sebagai takdir dan kita gak bisa berbuat apa-apa terhadap takdir itu.
Pilihan dan takdir itu beda. Sangat berbeda. Walau perbedaannya tipis. Tergantung dari pandangan orang tersebut. Kita mulai dari takdir. Takdir itu adalah sesuatu diluar kendali kita dan kita gak punya pilihan di dalamnya. Contoh nyatanya adalah kita gak bisa milih mau dilahirkan di keluarga yang mana, suku mana, negara mana, kaya atau miskin. Gak bisa. Kita gak punya pilihan disana. Sama halnya juga dengan bentuk mata, mulut, telinga, hidung dan sebagainya. Apa kita pernah dikasi pilihan tentang itu? Nggak ada kan. Langsung aja kita lahir di dunia. Tanpa pernah ditanyain Pencipta kita mau bentuk tubuh yang seperti apa.
Sekarang kita bahas soal takdir. Takdir ini pun terbagi menjadi dua. Atau bahasanya itu Qadha dan Qadar. Di paragraf sebelumnya itu namanya Qadha. Dimana Allah sudah menetapkan bagi kita rezeki, ajal, keluarga dan yang lain. Soal jodoh, waktunya Allah yang tentukan tapi siapa orangnya kita yang pilih. Jadi jelas ya. Terhadap manusia ada yang sudah Allah tetapkan dan ada yang tidak. Yang tidak ditetapkan oleh Allah adalah perbuatan kita, pilihan kita. Sehingga kita sebagai manusia mempunyai kendali full terhadap tindakan kita yang kita punya pilihan di dalamnya. Kita mau jadi pintar atau bodoh kan pilihan di tangan kita. Kita mau malas belajar atau nggak kan kita yang milih. Jadi itu murni pilihan kita.
Berbeda halnya dengan Qadar. Qadar itu sederhananya khasiat pada benda yang telah Allah ciptakan. Misalnya seperti api yang mempunyai khasiat panas. Air dengan khasiatnya yang menyejukkan dan mengalir. Batu khasiatnya keras dan sebagainya. Tapi ada beberapa yang hal yang mengecualikan khasiat itu tadi. Yakni bila Allah telah mengangkat khasiatnya. Seperti pada kisah nabi Ibrahim yang dibakar hidup-hidup. Saat itu Allah telah mengangkat khasiat panas dari api sehingga nabi Ibrahim as tidak merasakan panas sedikit pun. Begitu juga halnya dengan kisah nabi Musa yang membelah lautan. Khasiat dari air yang mengalir mendadak hilang dan berubah menjadi terbelah. Salah satu temen diskusi saya pernah bilang, “Air itu mendidih bukan karena dimasak. Tapi karena sudah mencapai suhu 100 derajat.” Saya yang awalnya bingung mencerna maksudnya lama-lama menjadi paham. Sebab air tidak bisa mendidih melalui perantara api. Melainkan khasiatnya begitu yang akan mendidih bila suhu dari air tersebut mencapai 100 derajat dengan perantara apa pun.
Kalau pilihan gimana? Ya pilihan. Dan jangan lupa ada faktor kausalitas. Ada sebab ada akibat. Sampai sini ada yang setuju? Atau bahkan ada yang kontra? Gak papa. Iya jadi ada sebab ada akibat. Sekalian curhat ajalah biar lebih gampang nyampe maksudnya, hehe. Jadi dulu saya memilih masuk SMK maka akibatnya adalah saya terikat dengan aturan SMK. Yang waktu itu bikin saya pake celana jadi seragam. Dan disana saya punya pilihan apa mau tetap pakai celana atau ganti dengan pakaian lain yang masih dibolehkan oleh sekolah? Saya punya pilihan dan saya pakai pilihan itu untuk memakai rok yang kemudian disambung menjadi gamis. Saya punya pilihan disana. Itulah yang menjadi sebab. Lalu akibatnya? Mungkin saya pernah posting di blog soal itu, tapi gak tau juga. Lupa soalnya. Oke jadi akibatnya saya pernah dikatain ISIS sama guru. Padahal ini nggak nyambung asli dah. Terus juga temen-temen yang lain juga pernah kena tegur guru karena pakai rok. Meski dibolehkan ada aja terguran guru yang berasalan kalo ini SMK bukan SMA dan buanyak lagi dalih yang melarang. Padahal peraturan yang ditempel membolehkan pake rok. Hadeuh. Dan ini akibatnya. Apakah ini takdir yang Allah sudah tetapkan bagi kita? Nggak. Ini pilihan kita. Dan setiap pilihan pastinya ada konsekuensi. Ada sebab ada akibat.
Jangan merasa kecil hati kalau masih berpikiran begitu, karena dulu saya termasuk orang-orang yang termakan dengan pemikiran begitu kok. Pas masih SD malah. Heheu. Dan sejak belajar Islam saya jadi bisa membedakan mana yang sebenar-benar takdir dan mana yang menjadi pilihan kita. Dan semoga setelah membaca ini jadi agak clear sedikit meski saya akui penulisannya masih belum sistematis dan terukur. Plus juga saya tidak menyebutkan dalil apa pun. Tapi insya Allah apa yang saya tulis ini bisa dipertanggungjawabkan karena inilah pemahaman saya. Karena pemahaman jadi otomatis saya pun melakukan hal yang sama.
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar