Hal ini juga yang sempat jadi perhatianku. Pemuda sekarang, potensinya teralihkan pada hal-hal yang kurang bermanfaat. Kekuatan mereka digunakan untuk kesenangan. Ketajaman berpikirnya dipakai untuk mengkritisi yang tidak penting. Padahal, kartu emas itu ada pada Pemuda! Coba kita perhatikan, coba kita seksamai. Berapa persen teman-teman atau saudara-saudara kita yang terkena pergaulan bebas? Berapa persen teman-teman kita yang overdosis akibat pemakaian narkotika? Berapa persen teman-teman kita yang terlibat kasus pencurian, begal, dan hal-hal negatif lainnya? Puluhan persen! Itu kan cuma yang negatif aja. Yang positif memang ada, tapi kalah jumlah dengan yang negatif. Banyak solusi yang ditawarkan. Misalnya dengan penyuluhan kekerasan terhadap anak, psikologi anak, pelatihan profesi, seminar narkotika dan lain sebagainya. Tidak salah sama sekali. Baik memang.
Tapi, kalau diperhatikan sekali lagi ada yang kurang. Mereka diberi tahu mana hal baik dan buruk, akan tetapi tidak diawasi pelaksanaannya. Mereka dibiarkan begitu saja setelah selesai mengikuti semua kegiatan bermanfaat itu. Penjagaan, pengawasan, pembinaan ditiadakan. Individu yang baik bisa ikut terjerumus bila lingkungannya tidak sehat. Ah, itu kan tergantung iman masing-masing orang. Bukan itu masalahnya. Itu memang sudah menjadi kewajiban. Akan tetapi bagaimana caranya agar keimanan semua orang bisa tetap terjaga. Misalnya, contoh kecil, seorang pemuda berusaha menahan pandangannya terhadap pemandangan perempuan dengan pakaian minim yang selalu berseliweran. Jika terus-menerus dipapar dengan kondisi seperti itu, bisa diperkirakan imannya akan goyah. Sekuat apa pun seseorang itu, keimanannya bisa menumpul jika dihadapkan pada situasi maksiat secara terus-menerus.
Lain halnya apabila penguasanya menerapkan hukum Islam, seperti menutup aurat. Alhamdulillah, Pak Gubernur Mataram sendiri menyadari kewajiban dari tertutupnya aurat perempuan sehingga diterapkannya peraturan menggunakan kerudung untuk siswa. Lebih mudah bukan, jika diterapkan menjadi peraturan seperti itu. Bagaimana jika bukan hanya menggunakan kerudung? Melainkan menggunakan pakaian syar’I, yakni hijab. Tentu akan jauh lebih mudah jika syariat Islam diterapkan melalui pemerintahan. Dan tidak hanya peraturan, melainkan ada pengawasan serta pembinaan terhadap seluruh siswa mengenai kewajiban berhijab. Begitu pula dengan siswa laki-laki, diberikan pemahaman serta penerapan bahwa pergaulan antara perempuan dan laki-laki itu terpisah pada lingkungan tertentu.
Begitulah kondisi pemuda saat ini, potensinya dibiarkan begitu saja. Bahkan direcoki dengan hal-hal yang bersifat kesenangan. Berbanding terbalik dengan pemuda Yahudi disana. Pemuda disini sibuk dengan fun, mereka disana digenjot betul potensinya dalam ilmu-ilmu teknologi, kimia, dan lain-lain. Sudah terlihat sekali, sistem demokrasi ini sangat rusak. Sudah rusak, dapat merusakkan individu secara sistematis pula. Orientasi pelajar disetir untuk mendapatkan nilai bagus kemudian dapat pekerjaan yang bagus juga. Bertujuan pada materi. Uang dan terus uang. Tidak ada yang ingin menjadi peneliti, ilmuwan bahkan professor dikarenakan virus kapitalisme sudah menyebar di seluruh kalangan. Pendidikan tak apa kurang baik, asalkan bisa menyanyi dan menari sehingga bisa menghasilkan uang. Tidak apa-apa tidak lancar membaca Qur’an, yang penting bisa punya usaha. Begitulah kondisi pemuda, pemuda Muslim saat ini. Pemahamannya tercampur dengan paham sekularisme, kapitalisme, dan isme-isme yang lain.
Pemuda kita dapat terselamatkan jika terbebas dari cengkraman virus isme-isme tadi dan diterapkannya syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah yang memuliakan serta mengembangkan potensi pemuda.
Tapi, kalau diperhatikan sekali lagi ada yang kurang. Mereka diberi tahu mana hal baik dan buruk, akan tetapi tidak diawasi pelaksanaannya. Mereka dibiarkan begitu saja setelah selesai mengikuti semua kegiatan bermanfaat itu. Penjagaan, pengawasan, pembinaan ditiadakan. Individu yang baik bisa ikut terjerumus bila lingkungannya tidak sehat. Ah, itu kan tergantung iman masing-masing orang. Bukan itu masalahnya. Itu memang sudah menjadi kewajiban. Akan tetapi bagaimana caranya agar keimanan semua orang bisa tetap terjaga. Misalnya, contoh kecil, seorang pemuda berusaha menahan pandangannya terhadap pemandangan perempuan dengan pakaian minim yang selalu berseliweran. Jika terus-menerus dipapar dengan kondisi seperti itu, bisa diperkirakan imannya akan goyah. Sekuat apa pun seseorang itu, keimanannya bisa menumpul jika dihadapkan pada situasi maksiat secara terus-menerus.
Lain halnya apabila penguasanya menerapkan hukum Islam, seperti menutup aurat. Alhamdulillah, Pak Gubernur Mataram sendiri menyadari kewajiban dari tertutupnya aurat perempuan sehingga diterapkannya peraturan menggunakan kerudung untuk siswa. Lebih mudah bukan, jika diterapkan menjadi peraturan seperti itu. Bagaimana jika bukan hanya menggunakan kerudung? Melainkan menggunakan pakaian syar’I, yakni hijab. Tentu akan jauh lebih mudah jika syariat Islam diterapkan melalui pemerintahan. Dan tidak hanya peraturan, melainkan ada pengawasan serta pembinaan terhadap seluruh siswa mengenai kewajiban berhijab. Begitu pula dengan siswa laki-laki, diberikan pemahaman serta penerapan bahwa pergaulan antara perempuan dan laki-laki itu terpisah pada lingkungan tertentu.
Begitulah kondisi pemuda saat ini, potensinya dibiarkan begitu saja. Bahkan direcoki dengan hal-hal yang bersifat kesenangan. Berbanding terbalik dengan pemuda Yahudi disana. Pemuda disini sibuk dengan fun, mereka disana digenjot betul potensinya dalam ilmu-ilmu teknologi, kimia, dan lain-lain. Sudah terlihat sekali, sistem demokrasi ini sangat rusak. Sudah rusak, dapat merusakkan individu secara sistematis pula. Orientasi pelajar disetir untuk mendapatkan nilai bagus kemudian dapat pekerjaan yang bagus juga. Bertujuan pada materi. Uang dan terus uang. Tidak ada yang ingin menjadi peneliti, ilmuwan bahkan professor dikarenakan virus kapitalisme sudah menyebar di seluruh kalangan. Pendidikan tak apa kurang baik, asalkan bisa menyanyi dan menari sehingga bisa menghasilkan uang. Tidak apa-apa tidak lancar membaca Qur’an, yang penting bisa punya usaha. Begitulah kondisi pemuda, pemuda Muslim saat ini. Pemahamannya tercampur dengan paham sekularisme, kapitalisme, dan isme-isme yang lain.
Pemuda kita dapat terselamatkan jika terbebas dari cengkraman virus isme-isme tadi dan diterapkannya syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah yang memuliakan serta mengembangkan potensi pemuda.
Komentar
Posting Komentar