Langsung ke konten utama

Betapa Malunya...

Akhir-akhir ini rasa malas kembali menjeratku. Kali ini ikatannya terasa lebih kuat, mampu mempengaruhi perasaanku. Sehingga rancangan kegiatan yg sudah direncanakan oleh pikiranku tidak kuasa menahan gejolak perasaan yang setiap hari kian bertambah. Bahkan mengendalikan. Mungkin ini yg dinamakan terjajah oleh diri sendiri. Ya, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Walau sebenarnya yg berperan disini adalah ketidakmampuan diri dalam menyeleksi apa yg tidak penting dan sangat penting.


Sudah banyak sekali daftar yg saya buat untuk target. Tapi, tindakan sy untuk mewujudkan itu tidak ada. Yup, bisa dibilang begitu. Menyebalkan bukan?!! Bukan begitu maksudku, tapi kenyataan seperti itu. Mau sampai kapan aku berkilah, tetap saja akan seperti itu. Dunia tidak membutuhkan alasanmu. Yang bisa kau lakukan adalah menghindari jeratannya dengan fokus pada hal-hal yg ingin kau tuju. Bukannya penasaran pada suatu keindahan yg nantinya akan menjebakmu. Kau harus memecahkan rantai sial ini. Yang membuatmu terjerembab dan kesulitan untuk bangun. Bahkan terlena dengan empuknya tanah tempat kau berbaring. Nyamannya hanya sementara, setelahnya akan kau sesali! Percaya padaku!

Itu sekelumit perdebatan antara hati dan pikiranku. Yg sedang meyakinkanku adalah pikiran. Perasaan tidak stabil sehingga tidak bisa selalu dijadikan landasan untuk berbuat. Sehingga PR besarku adalah menyelaraskan pikiran dan perasaanku. Malu sebenarnya aku ini. Orang lain sibuk dengan kendala, halang rintang untuk berjalan kepada impian mereka, aku malah tersaruk batu kemalasan disini. Aku tertinggal jauh oleh mereka. Betapa...
Harus ada tindakan perubahan!
Terutama sekali rasa malu ini membesar saat melihat foto seorang anak lelaki Palestina yang sedang terduduk dengan lututnya melihat tentara zionis Israel, dalam keadaan bagian dada kirinya telah tertembak. Namun tidak sedikit pun ia terlihat merasakan sakit. Hanya menatap tajam ke arah tentara tersebut.

Bayangkan... Tujuannya lebih mulia dariku, walau aku tak tahu. Syahid di jalan-Mu ia rela, bahkan berjuang untuk mendapatkannya. Sedang aku? Terluka fisik saja tidak. Fasilitas yg ku miliki bahkan lengkap. Dengan semua yg ada ini tidak membuatku merasa lebih bersyukur, bahkan terbuai olehnya. Apa yg nantinya akan ku katakan pada mereka, saudara-saudaraku di Palestina, Suriah, Afganistan, Irak, Rohingya, dan banyak lagi, tindakan apa yg sudah ku lakukan untuk menyelamatkan sesama muslim? Apa nanti jawabanku ketika Allah menanyakan apa yang membuatku tidak membantu mereka? Apa? Sungguh tidak ada alasan apa pun. Apa yg sudah ku lakukan selama ini? Hanya membuang waktu tanpa mengisinya sedikit pun. Astagfirullah...

I need to hijrah. Move to  another place. Learn something new. Meet the people. Yup, it needs a lot of strength to break the chain of laziness.


Semoga saudaraku yg sedang membaca tulisan ini pun sedang berbenah untuk melanjutkan perjuangan menegakkan Islam kembali di bumi. Kita tidak pernah tau, perkataan yang keberapa kali yang akan menyentuh hati saudara yg lain. Bersabarlah, dan tetap berjuang,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.