Langsung ke konten utama

Masalah Kepercayaan Diri yang Besar

Bertemu kembali dengan seorang teman. Mengetahui kabar masing-masing dan tidak lupa bertukar cerita seru yang telah terjadi. Mendengar dan mengalami itu menjadikan hari ini tidak terlewati begitu saja. Melainkan telah terjadi sesuatu dan itu tercatat sebagai rekaman kehidupan. Begitu banyak hal yang sudah terjadi, baik atas kehendak kita maupun diluar kendali kita. Biasanya dalam sebuah pertemanan terdiri dari berbagai macam karakter yang berbeda. Itu sudah pasti. Jikalau ada yang merasa mirip satu sama lain, itu karena mereka saling melengkapi. Yup, berwarna sekali kehidupan ini.

Karakter yang begitu beragam membuat kita mengenal satu sama lain. Apabila sama, lalu apa yang berusaha untuk dikenal? Ada teman kita yang berwatak ceria, supel dan terbuka. Di sisi lain, ada juga teman kita yang sangat tertutup akan kehidupannya. Berwatak keras, mudah marah tapi merupakan orang yang suka melawak. Pemalu, percaya diri, kikuk, easy going, tulalit, dan lain sebagainya. Sudah banyak sekali kita bertemu orang lain. Beraneka ragam pula perasaan yang muncul ketika bertemu mereka. Senang, sebal, gembira, kesal, rindu, jengkel, seru bahkan tidak mengharapkan bertemu dengan orang yang dimaksud merupakan sedikit dari respon yang didapat pada seseorang.

Pada postingan ini kita tidak akan membahas mengenai karakter orang lain. Tidak. Penulis belum cukup ilmu untuk menuliskannya. Juga kurangnya pengalaman.

Setiap orang tentunya memilik watak yang berbeda-beda. Namun, sedikit-banyak dari mereka yang merasa tidak ingin memiliki karakter tersebut. Mereka cenderung untuk mengubah diri menjadi watak yang ingin mereka terapkan. Itu tidak sepenuhnya salah kok. Bahkan bisa jadi merupakan salah satu cara untuk mengembangkan diri, berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dan seringkali ada beberapa karakter yang tidak puas sama sekali dengan apa yang mereka punyai, sifat mereka sendiri. Ia tidak bisa menerima bahwa begitulah sifat dan perilakunya. Ada rasa ketidakpuasan serta kerendahan diri dengan identitas yang dibawa. Bahkan tak jarang ia melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan hanya untuk menyenangkan orang lain. Agar dapat ditertawakan atas lelucon yang mereka buat. Tujuannya hanya agar orang lain suka padanya. Agar perhatian orang lain tertuju padanya. Ia seperti haus akan perhatian.

Orang-orang dengan kepribadian semacam ini akan meniru apa yang dilakukan orang yang disukai banyak orang tanpa memedulikan bisakah cara itu diterapkan pada dirinya sendiri. Ia memaksakan kehendak dirinya, sehingga yang tercipta adalah tidak menyukai satu pun apa yang ada pada dirinya. Ini terlihat seperti redupnya kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Ia berusaha menjadi orang lain. Bukan berusaha mengembangkan dirinya. Ia hanya mau meniru tanpa memperbaiki dirinya. Terus mengamati, kemudian menirunya tanpa dimodifikasi sedikit pun. Seperti mengambil bahan mentah dan berusaha menjadikannya barang siap saji tanpa diproses sama sekali.

Untuk karakter ini dibutuhkan kekuatan dari dalam dirinya sendiri dan dukungan dari orang lain. Perhatian lebih tepatnya. Kepercayaan diri yang runtuh ini dikarenakan minimnya jumlah perhatian yang didapat. Ia sukar merasa bersyukur pada dirinya karena itu. Ia berusaha menjadi orang lain agar mendapat perhatian yang sama besar dengan orang tersebut. Ia suka mengutuk dirinya, "Kenapa tidak melakukan ini saja, bukan malah melakukan yang itu?" Ia suka menyesali hal yang sudah terjadi. Ini betul-betul miris.

Padanya harus diberitahukan secara perlahan, bahwa hidup ini tidak lain hanya untuk belajar. Belajar memperbaiki diri, belajar menerima keadaan diri, belajar mengenal orang lain tanpa mengubah jati diri sendiri. Seperti tadi, untuk apa mengenal jika sudah mirip satu sama lain? Apa yang nantinya dapat dipelajari? Kita diciptakan seperti ini tentu bukan tanpa tujuan. Tentu ada. Dan tidak hanya itu saja, kita juga diperintahkan untuk terus belajar. Tidak mesti harus matematika, fisika atau kimia saja. Belajar bersifat umum. Tentu maksudnya adalah mempelajari hal-hal yang memang diperuntukkan untuk dipelajari.


Janganlah risau jika memang dirimu berbeda, teman. Tentunya kau diciptakan berbeda untuk melengkapi teman yang lain. Boleh kau ubah dirimu, namun itu hanya untuk perbaikan bukan menyeluruh. Bersyukurlah, karena dirimu telah diizinkan oleh-Nya untuk bisa ada di bumi ini. Mudah-mudahan dengan berbedanya dirimu membuat orang lain dapat belajar padamu mengenai arti menghargai satu sama lain. Untuk hal-hal yang kau sesali telah terjadi, ambillah pelajaran darinya. Waktu terus berjalan. Tidak peduli kau sadari atau hindari. Yang lebih penting untuk kau lakukan adalah memaafkan diri, memperbaiki diri dan memacu diri. Insya Allah waktu tidak akan berlalu begitu saja, melainkan dapat menorehkan tinta emas apa rekam jejak kehidupanmu. Janganlah kau mengadu mengenai dirimu yang begitu kurang. Walau begitu, teriakanlah meski masalah akan kepercayaan dirimu sangat besar namun ia tidak lebih besar dari Allah yang Mahabesar!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Save KRS Online

Yak, balik lagi untuk postingan tips dan trik. Karena berkaca dari pengalaman pribadi yang panik ga bisa save KRS. Sedangkan kuota untuk buka KRS lagi untuk diprint itu nggak ada. Okay, sila dibaca tutorial berikut ini.

Surat untuk Murai (2)

(Dari Zara untuk Murai) Menulis balasan untuk Ai ternyata tidak semudah itu. Menuangkan dan menata ulang isi pikiran juga tidak gampang, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kuberanikan diri membalas e-mail Ai yang sudah berapa bulan ini tak tersentuh. Harapanku, semoga Ai mau membacanya. Kalau mode berbicara aku berharap Ai mau mendengarkan. Aku terbuka untuk solusi atau sekedar balasan simpati. Sebagai tanda bahwa tulisanku didengar olehnya. ______

Surel dari Murai (1)

       Zara POV Beberapa hari belakangan ini aku merasa bosan. Buku maupun ebook beberapa sudah kutamatkan. Tapi masih terasa sepi dan jenuh sekali. Harus ada aktivitas baru. Iseng kubuka email khusus korespondensi. Ternyata ada surel dari Murai masuk. Hampir sekitar sebulan lebih kami tidak pernah berkomunikasi. Entah aku yang terlalu sibuk atau mungkin dia juga sedang sibuk dengan aktivitas barunya mengajar anak-anak. Yah, intinya aku tidak ingin menyalahkan siapa pun atas berjaraknya pertemanan ini.